Everything Has Changed 1

everything-has-changed-taylor-swift-35296961-1191-669nce97g ce

#1 : She’s talking

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 (END)

***

AKU tidak tahu bagaimana kami bisa saling mengenal – bahkan aku sudah melupakannya – tapi kalau kau tanya aku, aku harus mengakui bahwa mengenal laki-laki itu adalah hal paling benar yang pernah kulakukan dalam hidupku.

 ☆☆☆

Umurku baru dua belas tahun saat aku menginjakkan kaki di tempat ini. Yah, aku, dan dua ratus murid lainnya adalah murid tahun pertama baru di sekolah menengah pertama ini. Kami datang ke sini dengan niat untuk mengenal hal baru yang kuat. Kami semua masih merasa asing, polos, dan tidak tahu apa-apa mengenai diri masing-masing. Termasuk anak laki-laki itu.

Aku tidak tahu kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana aku bisa mengenalnya. Bukankah sudah kubilang aku melupakan hal penting itu? Lihatlah betapa bodohnya aku! Lagipula, kalau dipikir-pikir lagi, untuk apa aku mengenal satu orang laki-laki dari seratus sembilan puluh sembilan anak asing yang belum kukenal? Itu tidak ada gunanya!

Yah, entahlah.. aku merasa semuanya terjadi begitu saja, tanpa bisa kukendalikan. Aku mengenalnya, dia mengenalku, kami saling berkenalan, berteman, dan menjadi akrab.

Kami tidak berada dalam kelas yang sama saat tahun pertama. Karena itu dia sering sekali mengunjungi kelasku, begitu juga denganku. Tapi dalam hal ini, dialah yang lebih sering melakukannya. Ada saja yang dia lakukan saat mengunjungiku di kelas. Melihatku, menanyakan kabarku, menggangguku, memintaku melakukan ini itu, meminjam sesuatu dariku, dan lain sebagainya.

Seperti pada saat itu.

Temanku yang menceritakan kejadian ini padaku, karena saat laki-laki itu mencariku, aku berada di perpustakaan sekolah, sedang mencari buku yang bagus untuk dibaca. Saat waktu istirahat tiba, dia datang ke kelasku sembari terus meneriaki namaku.

“Byul-ah, dimana kau?” panggilnya waktu itu. Dia bertanya pada beberapa orang teman kelasku. “Hei, apa kalian lihat Byul ku?”

Begitulah semua orang memanggilku. Byul. Byul ini, Byul itu. Tapi entah mengapa cara dia memanggilku terdengar berbeda dari kebanyakan orang, padahal dia juga memanggilku ‘Byul’. Dan mengenai sufiks ku yang dia ucapkan, sebenarnya tidak ada maksud apapun dengan hal itu. Dia memang selalu begitu, mengklaim diriku adalah miliknya. Aku juga kadang sering menambahkan sufiks ­ku pada namanya, mengklaim bahwa dirinya adalah milikku. Entah darimana dia mempelajarinya, yang jelas aku tidak keberatan.

Aku baru saja keluar dari perpustakaan ketika temanku Minjung menghampiriku. “Byul-ah, darimana saja kau? Sedari tadi Kyuhyun mencarimu!”

“Benarkah?!” pekikku kaget. “Mati aku!” aku segera berlari menuju kelas.

Aku lupa mengatakan pada kalian hal penting lainnya. Nama laki-laki itu adalah Cho Kyu Hyun. Dan dia tipe orang yang tidak suka menunggu, sama sepertiku. Kalau dia mencariku dan aku tidak ada, tamatlah riwayatku. Dia akan memperlakukan aku sesuka hatinya. Mengikuti keinginannya, dan melakukan hal tidak rasional yang dia katakan.

Aku menuju mejaku, menaruh semua buku pinjaman di dalam tas. Dan, yah, dia sudah ada di sampingku. “Ya, dari mana saja kau?!”

“Perpustakaan.” jawabku seadanya.

“Kenapa lama sekali?!”

“Maaf..”

“Apa yang kau lakukan?!”

“Berenang.” kataku asal. “Tentu saja membaca dan meminjam buku!”

Lihatlah. Aku merasa seperti pencuri yang sedang diinterogasi oleh polisi.

“Jadi, kenapa kau mencariku?”

“Kau bawa kamus bahasa Inggris mu?”

Aku menggeleng. “Untuk apa? Tidak ada pelajaran bahasa Inggris di kelasku hari ini.”

“Tapi kelasku ada!”

Oh, bagus, dia mulai merengek.

“Lalu?”

Ya, Shin Ha Byul!”

Aku menghela napas. Aku baru ingat kalau Kyuhyun paling tidak mau meminjam barang orang lain selain milikku. Kamusku, alat tulisku, bukuku, dan semuanya yang menjadi milikku selalu dipinjam olehnya, dan tentu saja dia akan mengembalikannya. Dia tidak akan mau meminjam barang orang lain – kecuali barang orang lain yang aku klaim adalah milikku. Aku sering menipunya dengan cara itu, tapi akhir-akhir ini aku selalu ketahuan. Mau tidak mau aku harus meminjamkan barang-barang milikku. Entahlah, aku tidak mengerti dengan anak aneh ini. Akan terjadi hal yang buruk jika dia memakai barang orang lain.

“Baiklah, aku minta maaf karena tidak ingat..” kataku. “Ayo, kita ke perpustakaan dan meminjam kamus di sana.”

“Aku tidak mau!”

“Mau bagaimana lagi?” ucapku pasrah. “Apa aku harus mengambilnya di rumah dan memberikannya padamu?”

“Itu lebih baik.”

Ya, Cho Kyu Hyun!” balasku berteriak.

“Baiklah, baiklah.” Dan aku pun berhasil membujuknya ke perpustakaan untuk meminjam kamus.

Aku berani bertaruh akan ada sesuatu yang tidak bagus ketika pelajaran bahasa Inggris di kelas Kyuhyun nanti. Dan pada saat pelajaran bahasa Inggris di kelasnya selesai, aku diserbu oleh teman-teman kelasnya, yang sebenarnya adalah teman-temanku.

“Hei, Shin Ha Byul,” kata Hyosung. “Apa kau tidak meminjamkan sesuatu pada Kyuhyun hari ini?”

Aku mengangguk. “Memangnya apa yang terjadi tadi?”

“Lebih buruk dari minggu kemarin!” sambung Chan. “Kau tahu, dia menggambar karikatur guru bahasa Inggris kita dengan sangat jelek dan tidak berperikemanusiaan, untung saja saem tidak mengetahuinya. Dia menjawab asal-asalan ketika saem bertanya. Dan dia nyaris tertidur di kelas.”

Aduh, anak aneh itu menyusahkan aku saja.. Kalian tahu, guru bahasa Inggris kami, Jung saengnim, adalah guru wanita terkejam, termengerikan, tertidakberperikemanusiaan, dan tersadis yang ada di sekolah ini. Sebenarnya aku bisa menggambarkan dia dengan satu kata: killer. Tentu saja Kyuhyun tahu hal itu, tapi dia tidak peduli. Dan semua itu karena aku tidak membawa kamus bahasa Inggris ku.

Kalian pasti bertanya, kenapa Kyuhyun tidak membawa sendiri kamusnya?

Sederhana saja, untuk apa dia memiliki kamus bahasa Inggris kalau aku memilikinya?

Itu baru kamus bahasa Inggris. Di lain waktu, aku lupa membawa pulpen, sehingga dia menjadi uring-uringan sepanjang hari. Akhirnya aku meminjamkan dia pulpenku, dan aku meminjam pulpen orang lain. Lalu saat aku lupa membawa buku catatanku. Biasanya dia akan menuliskan lanjutan materi di sana, apapun yang belum aku lengkapi. Terkesan insecure memang, sehingga buku catatanku menjadi buku catatannya juga – walaupun sebenarnya aku juga diuntungkan – tapi aku tetap menganggapnya insecure. Jadi saat itu, dia hanya duduk diam dengan pandangan ke papan tulis tanpa melakukan apapun.

Ada banyak kejadian konyol, gila, lucu, bahagia, sedih, bahkan romantis yang pernah kulalui bersamanya. Haha, kalimat itu terdengar lucu kalau kau tanya aku. Banyak sekali kenangan kami bersama, dan aku akan menceritakan pada kalian beberapa yang tidak pernah lepas dari ingatanku. Because it’s so memorable.

 ☆☆☆

Kejadian ini saat aku dan Kyuhyun sudah menjadi murid tahun pertama di sekolah menengah atas. Wah, waktu benar-benar cepat berlalu, ya. Kejadian ini adalah satu dari sekian banyak perlakuan manisnya padaku.

Hari itu adalah hari dimana aku melakukan presentasi biologi di kelas. Jelas saja aku harus menyiapkan sebuah gambar untuk itu. Harus kuakui, aku memang suka menggambar, tapi tidak menggambar hal yang berkaitan dengan pembelahan sel, grafik fungsi matematika, skema gerak parabola, atau sistem periodik unsur. Maksudku, aku benci menggambar hal tentang pelajaran. Itu hanya akan membuatku menjadi gila. Karena yang kumaksud dengan ‘aku suka menggambar’ sebenarnya lebih kepada ‘aku suka menggambar kartun’.

Aku sadar kalau gambar skema sistem pencernaan manusia-ku ini sangat jelek, bahkan aku yakin bila kau menyuruh anak tujuh tahun menggambar ini, hasilnya pasti akan lebih bagus dariku. Oleh sebab itu, aku datang sangat pagi ke sekolah, agar anak-anak tidak mengejek gambarku. Tidak, tidak, sebenarnya ejekan itu akan keluar kalau Kyuhyun yang melihatnya.

Aku bernapas lega ketika sampai di kelas, karena hanya aku yang berada di sini. Aku baru hendak menyembunyikan gambarku ketika seseorang masuk ke kelas. Orang itu adalah orang yang aku hindari supaya aku tidak menjadi bahan ejekan.

“Byul?” tegur orang itu.

“Oh, hai Kyu!” sapaku balik. Aku tersenyum, menyembunyikan karton bergambar sistem pencernaan itu di belakangku.

“Tidak biasanya kau datang sepagi ini.” katanya dengan nada menyelidik. Ia berjalan mendekatiku.

Aku tertawa hambar sembari melangkah mundur untuk menghindarinya. “Ayahku menyuruhku untuk datang lebih awal karena beliau harus datang lebih awal ke kantor.” balasku beralasan.

“Benarkah?” Kyuhyun mengernyit. “Lalu apa itu di punggungmu?”

Aku menggeleng. “Bukan apa-apa.”

“Oh..” dia mengangguk-angguk. “kukira itu gambar untuk presentasi biologimu nanti..”

Mataku membelalak lebar. “Darimana kau tahu?!” teriakku tanpa sadar. Sedetik kemudian, baru aku menyadari apa yang telah aku lakukan. Aku memukul-mukul kepalaku sendiri sambil mendesah kesal. Dasar bodoh! Aku benar-benar bodoh! Kenapa aku malah berteriak seperti itu?!

“Shin Ha Byul, sudah berapa lama aku mengenalmu?” Kyuhyun menyeringai. Jujur, aku paling benci melihat dia tersenyum seperti itu.

“Tiga tahun, mungkin lebih.” Aku yakin wajahku terlihat seperti orang bodoh sekarang.

“Anak pintar,” Kyuhyun mengangguk-angguk. “Karena itu, ayo, tunjukkan padaku!”

“Tidak akan!” aku melangkah mundur, kemudian berlari menghindarinya. Asal kalian tahu, itu tidak ada gunanya. Dia laki-laki, dan dia jauh lebih atletis dariku. Jadi dia langsung bisa menangkapku saat aku mencoba menghindarinya.

Tapi bukan itu yang membuatku terkejut setengah mati. Melainkan karena ketika dia menarik satu tanganku, kami langsung bertubrukan, dan dia.. melingkarkan satu tangannya di pinggangku. Aku berusaha untuk melepas rangkulannya, tapi itu sia-sia.

“Lepaskan,” perintahku. “Kau tidak mau kita dipergoki oleh siapapun dalam pose begini ‘kan?”

Kyuhyun masih memasang senyumnya. Sepertinya dia tidak peduli dengan ucapanku, karena dia bergeming. “Tunjukkan gambarnya padaku, atau akan kupastikan orang yang merebut ciuman pertamamu adalah aku.”

“Apa?!” pekikku. Hei, apa katanya tadi?! Enak saja!

“Wajahmu memerah, Shin Ha Byul..”

Aku terkesiap, lantas memegang kedua pipiku. Ayolah, kenapa aku menjadi begitu bodoh dan penurut di depannya?

Masih dengan seringaiannya, Kyuhyun bertanya lagi. “Bagaimana? Mau tunjukkan gambarmu, atau kita berciuman?”

Aku langsung memberikan gambarku.

“Gadis baik.” dia langsung melepas rangkulannya di pinggangku. Dia mengambil karton dariku, dan membuka gulungannya. Cukup lama dia tidak berkata apa-apa saat melihat gambarku.

“Oh ayolah,” gerutuku memutar bola mataku. “Jangan buat dirimu seperti seseorang yang mengerti seni.”

“Kalau aku menyuruh anak tujuh tahun yang menggambarnya, aku yakin hasilnya akan jauh lebih bagus.” komentarnya.

Aku menghela napas kesal. Benar kan?

 ☆☆☆

Dibalik semua kelakuannya yang dapat membuatku gila dengan kekonyolan dan hal tidak rasional yang dilakukannya, suka mengejekku, memperlakukanku sesuka hatinya, juga menyuruhku melakukan ini itu, sebenarnya Kyuhyun adalah laki-laki yang baik. Dia adalah tipe laki-laki yang paling tidak tahan melihat perempuan menangis, setidaknya itu yang dia katakan padaku. Seperti kejadian berikut ini.

Satu hal lagi yang kupikir penting untuk kuberitahu adalah, aku dan Kyuhyun bertetangga. Dia pindah ke samping rumahku sejak kami berada di tahun kedua sekolah menengah pertama. Sejak saat itu, kami semakin sering bersama. Pergi ke sekolah, pulang dari sekolah, mengunjungi Minjung atau teman-temanku yang lain, menemaninya mengunjungi Donghae, mengerjakan tugas sekolah, belajar, dan lainnya. Dia mengenal kedua orangtuaku, begitu juga denganku. Oleh karena itu, kami lebih terlihat seperti sepasang kekasih. Tentu saja kami keberatan, tapi aku diam-diam menyukainya.

Aku adalah anak tunggal keluarga Shin. Ayahku adalah anak termuda, sehingga akulah yang paling muda di antara semua sepupu-sepupuku. Karena itulah aku menjadi anak yang paling dimanja oleh kakek, nenek, paman, dan bibiku. Hal itu membuat kedua orangtuaku juga ingin memanjakanku dengan cara yang berlebihan. Aku memang bukan tipe orang yang selalu menginginkan lebih, karena aku tahu apa pekerjaan mereka. Ayahku hanya pegawai biasa di sebuah perusahaan, sedangkan ibu menjadi guru di sebuah sekolah dasar. Kami bukan orang kaya, karena yang kaya di keluarga kami hanya kakek, nenek, dan beberapa paman serta bibiku. Aku sebenarnya tidak keberatan, asalkan mereka mampu memenuhinya. Tetapi justru karena hal itulah yang membuat mereka sering bertengkar. Dan yang membuatku lebih sakit hati, alasan mereka bertengkar.. adalah aku. Selalu aku.

Aku sedang belajar di kamarku ketika mendengar suara teriakan dan sesuatu yang pecah, mungkin piring atau gelas, aku tidak tahu yang mana. Itu pasti kedua orangtuaku. Berdasarkan apa yang kudengar dari kamarku, mereka sedang berdebat tentang apakah aku harus punya ponsel baru seperti punya teman-temanku yang lain atau tidak. Hei, aku tidak keberatan dengan ponsel lamaku karena masih sangat bagus. Tetapi kenapa kedua orangtuaku mempermasalahkannya?

Aku bangkit dari tempat dudukku, tak tahan lagi dengan teriakan, pekikan, dan salakan mereka. Ketika aku membuka pintu kamarku, suara mereka terdengar semakin keras. Aku baru hendak melangkah mendekati mereka.. saat baru kusadari ternyata satu kakiku menginjak pecahan piring atau gelas tadi.

Aku meringis kesakitan. Selama ini, aku tidak pernah mengatakan apapun jika mereka bertengkar. Dulu ketika mereka mulai saling meneriaki satu sama lain, aku akan keluar dari rumah, dan baru akan kembali pada malam hari. Namun sekarang semuanya berbeda. Aku tidak tahan lagi. Kali ini aku akan mengatakan sesuatu. Ah tidak, seharusnya, aku harus mengatakan sesuatu!

“Ibu.. Ayah.. aku mohon hentikan pertengkaran kalian..” lirihku.

Mereka menoleh, memandangku.

Air mataku mulai mengalir. “Aku mohon jangan bertengkar lagi karena aku.. Jangan melakukan apapun yang tidak bisa kalian lakukan demi aku, karena itu hanya akan membuatku menderita..”

Setelah mengatakannya, aku berjalan tertatih-tatih menuju halaman samping. Meskipun lega karena sudah mengatakannya, hatiku masih merasa sesak. Aku duduk di bawah pohon, memeluk lututku, dan menangis sejadinya. Aku tidak mengerti kenapa kedua orangtuaku ingin memanjakan aku dengan cara yang berlebihan, padahal mereka sendiri tahu mereka tidak akan sanggup melakukannya. Aku sangat sedih, dan merasa bersalah pada mereka. Karena aku adalah sumber perkelahian mereka.

Aku tidak tahu sudah berapa lama aku membenamkan wajah di lututku dan menangis, karena ketika aku mengangkat wajah, aku melihat Kyuhyun berjongkok di depanku, memandangiku dalam diam. Memasang tampang bodohnya.

“Kau menangis lagi.” ucapnya. Tangannya terulur untuk menyeka air mataku. Aku tidak akan terkejut, karena dia selalu melakukan itu setiap kali aku menangis.

“Orangtuaku bertengkar lagi.” jawabku serak. Ini bukan hal baru bagi Kyuhyun, karena dia selalu memergokiku menangis karena alasan yang sama.

“Mau kubelikan es krim dan keripik kentang?”

Aku terdiam sejenak. Kyuhyun memang selalu membujukku dengan itu, karena mereka adalah kesukaanku. Aku selalu patuh padanya setiap kali dia mengiming-imingi aku dengan kedua benda itu. Namun kali ini.. bukannya aku menolak, hanya saja..

“Aku tidak bisa berjalan..” aku menunjukkan salah satu telapak kakiku padanya.

Kelihatan sekali kalau dia sangat kaget. “Gadis bodoh!” marahnya. “Kenapa kau membiarkannya?!” dia segera berlari ke rumahnya, lalu datang dengan kotak obat-obatan di tangannya. Dia duduk di depanku, meluruskan kedua kakiku, dan memulai operasi kecilnya.

“Byul ku yang bodoh..” gerutunya mencabut pecahan kaca yang tertancap di telapak kakiku. Hal itu membuatku meringis. “Berapa lama kau membiarkan ini hah?! Bagaimana kalau terjadi infeksi?!”

Aku tidak bisa menjawab apa-apa, karena otakku sibuk merasakan sakit di kakiku. Aku membuka mata, melihat Kyuhyun tengah membersihkan darah di lukaku, kemudian memberikan hidrogen peroksida. Terakhir, dia membungkus telapak kakiku dengan kain kasa.

“Kau punya bakat untuk menjadi dokter.” lirihku ketika dia sedang merapikan kembali semua peralatannya.

Ia menoleh, memandangku kesal. “Ya!” ia menjitak kepalaku. “Di saat seperti ini kau masih bisa bercanda?! Kau tahu betapa takutnya aku saat melihat lukamu?!”

Aku menunduk. “Maaf..” gumamku menyesal. “Aku hanya terlalu sedih sampai tidak memikirkan lukaku..”

Aku tidak tahu apa yang terjadi karena aku sibuk menyesali apa yang sudah kulakukan. Saat aku mengangkat wajahku, aku melihat Kyuhyun masih berjongkok, namun dia memunggungiku.

“Kyu-ah, apa yang kau lakukan?”

Ia berbalik. “Kau tidak bisa berjalan ‘kan?” aku mengangguk.

“Karena itu naiklah ke punggungku. Kita akan membeli es krim dan keripik kentang untukmu.” Dia kembali memunggungiku. “Ayo.”

Aku cukup terkesiap. Apa tadi? Dia menyuruhku untuk naik ke punggungnya? Itu berarti dia akan menggendongku.. ke supermarket? Wow.

“Byul-ah, aku capek terus berjongkok seperti ini..” keluhnya. “Cepat naik sebelum aku berubah pikiran.”

“Baiklah,” aku mencoba berdiri, naik ke punggung Kyuhyun dengan susah payah dan yang bisa dilakukan dengan satu kaki terluka. Aku merangkulkan kedua lenganku di lehernya, dia berdiri, dan kami menuju supermarket terdekat.

Kyuhyun masih tetap menggendongku selama kami berbelanja, bahkan setelah keluar dari supermarket. Aku tidak banyak bicara dengannya selama aku dalam gendongannya. Aku menyandarkan kepalaku di balik bahunya. Rangkulanku di lehernya mulai mengendur.

“Byul-ah, ada apa?” tanya Kyuhyun. Sepertinya dia menyadari hal itu.

“Aku cuma merasa lemas..”

“Tidak apa,” Kyuhyun memperbaiki posisiku dalam gendongannya. “Itu hanya efek dari lukamu. Besok semuanya akan baik-baik saja.”

Aku mengangguk patuh. Kemudian kami melanjutkan langkah. Namun aku mulai menyadari kalau kami tidak menuju rumahku. Aku hendak bertanya ke mana kami akan pergi ketika tiba-tiba Kyuhyun menghentikan langkah di sebuah taman yang tidak jauh dari rumah kami.

Laki-laki itu mendudukkan aku di sebuah bangku taman. Dia meluruskan tulang punggungnya – aku bisa mengerti kenapa dia melakukan itu – lalu duduk di sampingku. Dia memberikan aku es krim, dan kami mulai menikmati es krim bersama.

“Kali ini apa?” Kyuhyun membuka pembicaraan.

“Masalah ponsel.” Aku menjawab tanpa memandangnya. “Mereka pikir aku butuh ponsel baru setelah melihat ponsel teman-teman kita yang lebih canggih dariku.”

“Dan kau.. keberatan dengan hal itu?”

“Sebenarnya, iya.” aku menoleh menatapnya. “Mereka terlalu memaksakan diri untuk memberi barang mahal yang tidak aku butuhkan. Aku tidak suka itu.”

Sejenak, tidak ada suara yang keluar dari mulut kami berdua.

Aku mendesah berat, bersandar pada bangku taman. “Kapan semua ini berakhir? Aku tidak tahan lagi..”

“Apa kali ini kau diam?” Kyuhyun masih bertanya.

Aku menggeleng. “Tidak lagi. Karena aku sudah mengatakan apapun yang seharusnya aku katakan sejak dulu. Harus kuakui, itu membuatku lega. Meskipun hanya sedikit.” aku mengacungkan tangan untuk menunjukkan seberapa sedikitnya dengan jari telunjuk dan ibu jariku.

Suasana kembali hening sampai akhirnya Kyuhyun berkata.

“Kau melakukan hal yang benar.”

Aku mengernyit. “Apa?”

“Sudah seharusnya kau mengatakan semua itu, agar orangtuamu tahu apa yang kau rasakan.” dia menepuk-nepuk bahuku. “Tindakanmu benar, nona Shin. Kali ini kau tidak membuat dirimu terbebani..”

Aku mengangguk, mengalihkan pandanganku ke sebuah pohon. Beberapa menit kemudian, suaraku kembali keluar.

“Terima kasih, Kyu.”

Kali ini dia yang terlihat bingung. “Untuk?”

Aku menoleh, menatap Kyuhyun seraya tersenyum. “Karena kau selalu menghiburku di saat aku sedih. Aku berhutang padamu.”

“Oh ayolah, Byul.. aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan sebagai seorang sahabat.” ia mengibaskan tangannya dan tertawa. Kemudian, “Habiskan es krim-mu. Saat ini pasti orangtuamu sedang mencarimu.”

“Yes, Sir!” aku membentuk tanda hormat dengan tanganku, dan menghabiskan es krim yang mulai mencair.

 ☆☆☆

Walaupun Kyuhyun adalah laki-laki yang sangat baik, dia termasuk orang yang sangat egois. Dia tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada miliknya yang berharga. Seperti kejadian berikut.

Kami masih berada di tahun pertama sekolah menengah atas saat itu.

Ya, Shin Ha Byul!” serunya. Ia mengacungkan sebuah kertas padaku. “Apa yang sudah kau lakukan pada ini?!”

Aku menatap kertas bergambar itu, lalu memandangnya. “Memang apa yang sudah kulakukan pada.. itu?” sahutku polos.

Kyuhyun mendengus. “Di dunia ini hanya kau yang bisa menggambar Buzz Lightyear sekonyol ini!” ia menunjuk beberapa bagian dengan frustasi. “Lihatlah! Sejak kapan baju astronot Buzz bergambar bunga-bunga?! Dan ini? Kenapa helm astronot Buzz punya telinga panda?! Dan yang ini?! Oh Tuhan, kau benar-benar membuatku gila! Buzz Lightyear berekor gajah?! Apa-apaan itu?!”

Aku tertawa. Aku memang baru selesai menggambarkan tokoh kartun favorit Kyuhyun, Buzz Lightyear dari film Toy Story. Tetapi entah bagaimana aku menambahkan beberapa item itu. Itu terlihat menarik, aku harus mengakuinya. Tetapi kalau kau tanya Kyuhyun, dia akan menganggap itu sebagai pencemaran nama baik idola. Hei, Buzz Lightyear hanya kartun! Dia tidak nyata!

Aku mengambil kertas itu, memandangnya sebentar. “Ini lucu..” komentarku.

“Itu konyol!” Kyuhyun bersedekap dan membuang muka dan membelakangiku.

O-ow.. kalau sudah seperti ini, sebaiknya aku harus cepat-cepat membujuknya.

“Kyu-ah?”

Tidak ada jawaban.

“Kyu?”

Masih tidak ada jawaban.

Aku memutar bola mataku kesal. Sifatnya kekanakan sekali. “Baiklah, aku minta maaf..”

Kyuhyun bergeming.

“Aku akan menggambarnya lagi untukmu.”

Satu kalimat itu langsung membuat Kyuhyun berbalik. “Benarkah?”

Aku mengangguk dan tersenyum tulus. “Kapan aku membohongimu?”

“Bukannya sering?”

Aku menyeringai. Itu memang benar, tapi kali ini aku bersungguh-sungguh. “Aku tidak bohong kali ini, tapi..”

“Aku akan memberikanmu es krim dan keripik kentang..” sambung Kyuhyun. “Tenang saja.”

“Anak baik.” aku mengacak-acak rambut laki-laki itu. Aku pun mulai menggambar ulang Buzz Lightyear untuknya.

Itu memang hanya satu dari sekian pertengkaran konyol kami. Dia pernah memarahiku karena aku tidak masuk sekolah, padahal waktu itu aku sakit tifus. Lalu karena aku tidak – atau seharusnya aku lupa – mengajaknya ke rumah Hyosung. Juga karena aku ketiduran saat dia memintaku untuk menemaninya ke rumah Sungmin. Aku juga pernah marah padanya karena hal sepele. Waktu itu aku memarahinya karena dia tidak memberikan aku es krim dan keripik kentang, padahal dia sudah berjanji. Lalu karena dia menolak menemaniku ke toko buku. Dan karena dia melupakan janji denganku saat kami akan menonton Toy Story 2 di bioskop.

Kami memang sering sekali bertengkar karena hal konyol, namun setelah itu kami akan berbaikan kembali. Sampai pada suatu ketika, kami bertengkar hebat, dan sebagai akibatnya, kami tidak pernah lagi berbaikan, dan hubungan kami berubah untuk selamanya.

 ☆☆☆

Peristiwa sialan itu terjadi satu bulan sebelum ujian kenaikan kelas. Yah, di akhir tahun pertama sekolah menengah atas kira-kira. Aku baru saja hendak tertidur ketika tiba-tiba Chan, Minjung, dan Hyosung mendatangiku.

“Bangun, Shin Ha Byul! Kami punya berita penting untukmu!” Minjung menarikku untuk duduk tegak.

Aku langsung terbangun, menguap lebar, dan memandang mereka bertiga dengan kantuk. “Apa?”

“Ini mengenai Kyuhyun.” sahut Chan.

Aku terdiam. Saat itu, mendengar nama Kyuhyun hanya akan membuatku ingin memukul sesuatu. Itu karena dia sudah mendiamiku selama sebulan terakhir. Maksudku, sudah selama itu aku jarang bertemu dengannya. Meskipun dia berada di kelas yang sama denganku, dia hanya terlihat ketika pelajaran berlangsung, setelahnya dia akan menghilang lagi. Begitu juga saat aku pulang sekolah. Aku jarang melihatnya berada di rumah. Kalaupun iya, aku melihatnya cuma sekilas. Kami juga jarang mengobrol selama sebulan terakhir. Itu aneh kalau kau tanya aku, karena kami tidak sedang melakukan pertengkaran konyol. Aku juga merasa tidak membuat kesalahan apapun padanya. Lalu ada apa dengan dia sebenarnya?

“Buat aku terkejut.” ucapku.

“Kau tahu kenapa dia jarang sekali terlihat bersama kita?” timpal Hyosung. “Itu karena dia leih banyak menghabiskan waktu bersama So Eun.”

“So Eun..” gumamku mengetuk-ngetuk dagu dengan jari telunjukku. Aku sedang berpikir, kemudian menoleh. “Maksud kalian.. Min So Eun?” aku membuat gerakan menunjuk kelas di sebelahku sambil mengerutkan dahi. “Si brengsek yang mencampakkan Donghae dan Sungmin di depan seluruh warga sekolah?!”

Mereka bertiga mengangguk membenarkan. Aku, dan semua sahabatku, serta si Min So Eun, memang berada di tahun pertama. Tapi, dia berada di kelas 1-4, dan kami adalah tetangga mereka, kelas 1-3.

“Jangan katakan padaku kalau mereka..”

“Kami bisa apa, Byul?” Minjung mengangkat tangan pasrah. “Itu benar.”

“Bagaimana bisa?!” seruku lebih karena marah daripada terkejut. “Kenapa kalian membiarkannya?!”

“Kau tahu,” kini Hyosung yang bicara. “Kami semua sudah bicara padanya. Bahkan Donghae dan Sungmin sekalipun. Tapi dia tidak mau dengar.”

“Dan kaulah satu-satunya yang belum bicara padanya.” lanjut Chan.

Aku memandang ketiga temanku dengan pandangan yang cukup sulit untuk diartikan. “Kenapa aku baru tahu sekarang?” gumamku kepada diriku sendiri. “Kenapa kalian tidak ada yang memberitahuku?”

“Itu karena Kyuhyun yang memintanya.” jawab Hyosung. “Dia bilang biar dia sendiri yang mengatakannya padamu.”

Aku menatap ketiga sahabat baikku ini dengan marah. Tidak, aku tidak marah pada mereka. Aku hanya kecewa. Kenapa aku – yang notabenenya paling dekat dengan Kyuhyun – menjadi yang terakhir yang tahu tentang hal ini?! Aku benar-benar merasa dikhianati oleh teman-temanku sendiri..

Pada saat itu, Kyuhyun masuk ke kelas. Chan, Hyosung, dan Minjung langsung menyebar. Aku memandangnya dengan marah. Ketika dia menatapku, aku memalingkan wajah ke jendela.

“Byul-ah,” panggilnya. Dia duduk di depanku. “Bisa kita bicara sebentar?”

Aku mengangguk. Dia langsung menarikku keluar kelas. Dia mengajakku ke atap sekolah.

Aku melepas genggaman tangannya di pergelangan tanganku. “Kau mau bicara tentang apa?” tanyaku pura-pura tidak tahu.

“Sebelumnya, aku minta maaf karena kita jarang bertemu sebulan terakhir ini.” ujar Kyuhyun memulai. Kami berdiri berhadapan. Aku memandangnya sambil bersedekap. “Itu karena akhir-akhir ini aku.. sedang bersama.. seorang gadis..”

“Siapa?”

Kyuhyun tidak langsung menjawab. “Min So Eun.”

“Oh.”

Dia mengangkat wajah, menatapku. “Kami sudah berpacaran selama sebulan terakhir ini.”

“Oh.”

Sepertinya dia mulai kesal dengan jawaban-jawaban pendekku. “Kenapa jawabanmu hanya itu?”

“Memang ada yang harus kukatakan?”

Kyuhyun mengangguk. “Aku.. sebenarnya.. ingin menanyakan pendapatmu.. tentang hubungan kami..”

“Yang sebenarnya? Jujur?”

Dia mengangguk lagi.

“Tidak.” kataku tegas.

Kyuhyun kaget bukan kepalang. “Apa maksudmu?”

“Bukannya sudah jelas?” aku menggedikkan bahu. “Aku tidak setuju.”

“Tapi.. kenapa? Semua orang bilang kami cocok!”

Aku tersenyum mengejek. “Semua orang yang kau maksud itu lebih kepada teman-teman So Eun yang membenciku! Bukannya kau sudah mendengar pendapat teman-teman kita tentang hubunganmu dengannya?!”

“Dan kau berpendapat sama dengan mereka?”

“Ya!”

“Oh bagus!” Kyuhyun memutar bola matanya kesal. “Semua teman-temanku percaya dengan gosip picisan itu!”

“Picisan, katamu?!” aku menautkan alis. “Aku melihat sendiri bagaimana dia mencampakkan Donghae dan Sungmin! Dan itu memang dilakukannya di depan seluruh warga sekolah! Kau tahu betapa malunya mereka saat itu?! Asal kau tahu saja, dia tidak pernah memperlakukan aku, Chan, Minjung, dan Hyosung dengan baik! Dia dan teman-teman brengseknya itu selalu meremehkan dan mempermalukan kami setiap kali bertemu, apalagi setelah mereka tahu kami, terutama aku, sangat dekat denganmu! Dan kau memacari orang seperti itu?!” aku mendengus sinis. “Di mana Cho Kyu Hyun yang kukenal sebagai laki-laki yang selektif?!”

“Hentikan bicaramu yang tidak masuk akal tentangnya, Shin Ha Byul!” kecamnya.

“Atau apa?!” sergahku. “Kau akan menamparku?!”

Kyuhyun menggeram, mengepalkan tangannya menjadi tinju. Aku tidak takut. Aku sudah siapa kalau seandainya dia benar-benar marah padaku. Aku siap kalau seandainya dia mau memukulku.

Tapi ternyata bukan itu yang dilakukannya.

Dia mengambil napas, dan menghembuskannya perlahan. Dia menatapku dengan tenang, begitu juga dengan nada bicaranya. “Kurasa ada alasan lain kenapa kau tidak menyetujui hubungan kami.”

Aku diam, menunggu.

“Kau hanya cemburu ‘kan, melihatku bersama wanita lain selain kau, Minjung, Chan, dan Hyosung?”

Check mate! Sungguh, jawaban itu benar-benar tepat sasaran, tanpa sedikitpun meleset. Tapi aku masih memasang wajah datarku. “Cemburu? Cih.” aku membuat gerakan meludah. “Untuk apa aku cemburu dengan wanita bodoh dan picisan seperti Min So Eun?!”

“Apa katamu?!”

Aku menatapnya hina. “Aku bersikap seperti ini karena kau adalah sahabatku, Kyu.” tuturku. “Bukannya kau menyukai wanita yang baik, ramah, dan memiliki harga diri?”

“So Eun gadis yang baik.” balasnya. Sepertinya ia tidak mencerna semua kalimatku. Sampai akhirnya. “Maksudmu, So Eun tidak punya harga diri?!”

Aku menyeringai. “Bukan masalah pribadi.”

“Cukup, Shin Ha Byul! Kali ini kau keterlaluan!”

“Kami semua mengatakan hal ini karena kau sahabat kami dan kami sangat menyayangimu!” aku tidak bisa menahan nada bicaraku lagi. “Kami hanya ingin sahabat kami mendapatkan yang terbaik di hidupnya! Apakah itu salah?!”

“Kalian?” Dia menunjuk wajahku. “Ah tidak, lebih tepatnya kau,” ralatnya. “Sahabatku?”

Mataku menjadi selebar piring terbang. Aku terkesiap. Apa-apaan itu?! Kenapa Kyuhyun mengatakan hal seperti itu?! Aku tidak percaya dengan pendengaranku! Ini untuk pertama kalinya Kyuhyun menyakitiku dengan kata-katanya. Dia mengatakan seperti kalau kami – terutama aku – bukan sahabatnya!

“Kyu-ah, kau..”

“Apa?” ucapnya judes. “Kau cuma gadis lemah sok tahu yang membutuhkan perlindungan. Hanya itu! Tidak lebih!”

Mataku mulai berkaca-kaca. “Lalu.. yang kita lakukan.. selama ini..”

“Hanya karena aku kasihan padamu!”

“Hiburan, canda tawa, kebahagiaan, kesedihan, pertengkaran konyol..”

“Oh, kau memikirkannya terlalu dalam, nona Shin..” Kyuhyun menggeleng, dan berdecak. Dia menatapku penuh cela. “Kasihan sekali.”

“Jadi ini, balasanmu untukku? Setelah lima tahun kita bersahabat?”

Kyuhyun mengangkat bahu tak peduli.

Aku tidak bisa menahan air mataku. “Aku benar-benar tidak menyangka kalau aku hanya seperti itu di matamu.” Isakku. “Apa aku sangat tidak berarti bagimu?!”

Kyuhyun bertepuk tangan sambil tersenyum mengejek. “Wah, kau menebaknya dengan tepat. Hebat sekali.”

Aku berlari, meninggalkannya sendiri di atap sekolah. Aku tidak kuat lagi melihat wajahnya. Karena melihat wajahnya hanya akan membuatku mengingat kembali semua perkataannya padaku, dan itu benar-benar membuat hetiku terluka.

 ☆☆☆

“Kau benar tentang gadis itu, Byul-ah..”

Aku masih menangis ketika mendengar Sungmin mengatakan hal itu. Kini, kelima temanku ada di rumahku. Setelah apa yang terjadi tadi, mereka semua memutuskan untuk mengikutiku sampai ke rumah, karena mereka ingin tahu apa yang terjadi. Saat aku masuk ke kelas tadi, mereka melihat sisa air mata di pipiku. Mau tidak mau, aku menceritakan semuanya.

“Kyuhyun benar-benar keterlaluan!” seru Chan sebal. “Apa dia jadi seperti itu hanya karena Min So Eun?! Kejam sekali!”

“Tenanglah, Chan..” Donghae berucap tenang sambil mengusap-usap punggung gadis itu. “Bukan hanya kau yang marah di sini..”

“Itukah Cho Kyu Hyun yang kita kenal selama ini?” gumam Minjung tidak percaya. “Wow.”

Aku masih terisak, tidak berniat menjawab.

“Byul-ah, berhentilah menangis..” hibur Hyosung merangkulku. “Untuk apa aku menangisi pria sepertinya?”

Aku mengangkat wajah, cukup kaget dengan pertanyaan itu. Aku menatap mereka satu per satu. Dan meneriaki kalimat yang seharusnya sudah dari dulu mereka tahu.

“Karena aku mencintainya!”

Mereka berlima menatapku dengan terkejut.

Aku memejamkan mata, membuat air mataku mengalir lagi. “Aku mencintainya..” ulangku membuka mata, kembali menatap mereka satu per satu. “Sangat. Lebih dari apapun. Aku begitu bodoh mencoba menyingkirkan perasaan itu saat dia ada di dekatku. Aku begitu bodoh menganggap semua perlakuan manisnya sebagai candaan belaka. Dan aku begitu bodoh saat menyadari bahwa aku mencintainya setelah dia berada jauh dariku.”

Aku menangis lagi. Aku yakin, aku pasti tampak menyedihkan di depan semua sahabatku. Mereka hanya memandangku, tanpa bisa melakukan apa-apa. Yah, karena mereka juga tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.

 ☆☆☆

Sejak saat itu, aku tidak pernah lagi bicara dengan Kyuhyun. Saat pergi ke sekolah, aku jarang melihatnya. Kalaupun bertemu, aku tidak akan memberikan mukaku padanya. Begitu juga saat di kelas. Kami saling diam, bersikap dingin, dan berperilaku seperti tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Sampai pada suatu ketika, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Min So Eun mencampakkan Cho Kyu Hyun di depan seluruh warga sekolah.

Kami – Donghae, aku, Minjung, Hyosung, Chan, dan Sungmin – melihat kejadian itu dari balkon depan kelas kami, di lantai dua. Kami memandang ke bawah, menyaksikan dua orang itu berdiri saling berjauhan di tengah lapangan sekolah. Perisitwa itu mengakibatkan timbulnya para penonton gratis, sehingga semua orang mengelilingi lapangan, dan memenuhi lantai dua. Mata para kakak kelas dan teman-teman seangkatanku terpusat pada pasangan kekasih itu. Kami berenam melihat kejadian itu sambil tertawa bahagia. Kalian tahu tawa yang dilakukan di atas penderitaan? Ya, itu yang kami – dan seluruh warga sekolah – lakukan

“Akhirnya dia merasakan apa yang kita rasakan!” pekik Donghae gembira. Sungmin menyahut membenarkan, kemudian mereka tertawa bersama.

“Ini adalah hari terbaik dalam hidupku!” ujar Hyosung.

“Kapan lagi kita bisa melihat Cho Kyu Hyun menderita seperti ini?!” sahut Chan.

Minjung hanya memandang ke bawah dengan senyum mengejek. Tanpa mengatakan apapun, aku tahu dia sangat menikmati saat-saat ini.

Sedangkan aku? Meskipun aku tertawa bersama teman-temanku, aku merasa sedih. Aku memandang Kyuhyun dengan sendu, tidak menyangka bahwa sahabatku diperlakukan sehina itu, oleh wanita serendah Min So Eun pula. Aku ingin sekali memeluk, menghibur, dan menenangkannya, seperti yang selalu dia lakukan saat aku menangis karena kedua orangtuaku. Tapi aku tidak bisa. Kyuhyun – dan segala hal tentangnya – hanya akan membuatku merasa terluka, meskipun aku begitu mencintainya.

Ketika dia menaiki tangga menuju kelas, ejekan dilontarkan tanpa henti untuknya, begitu juga ketika dia berjalan menuju kelas. Kami melihatnya memandang kami dengan nanar. Oh Tuhan, aku tidak sanggup melihat wajah sedihnya! Aku benar-benar ingin sekali memeluknya, membiarkan dia membagi lukanya denganku, membiarkan aku ikut merasakan penderitaannya. Namun itu sia-sia. Ketika melihatnya, aku kembali teringat kata-kata kasar yang pernah dia katakan padaku.

Saat Kyuhyun mendekati kami, refleks kami berenam mundur seketika.

“Teman-teman, ayo pergi.” ujar Minjung. Ia menatap Kyuhyun penuh cela. “Kita tidak ada artinya bagi dia. Buktinya, dia tidak mau mendengarkan kita. Terutama kau, Byul.”

Aku sempat memandangnya sekilas, sebelum Donghae dan Hyosung menarik tanganku, mengikuti Chan, Minjung, dan Sungmin yang sudah masuk ke kelas.

 ☆☆☆

Semuanya sudah berubah sejak saat itu. Kami tidak lagi berteman dengan Kyuhyun. Bahkan ketika laki-laki itu menegur kami, tidak ada satupun yang memberi respon baik. Saat dia mendekati kami, kami menjauhi dirinya. Harus kuakui, semua itu membuatku menderita.

Sikap dan sifat Kyuhyun juga mulai berubah sejak kami tidak lagi berteman dengannya. Dia menjadi terkenal sebagai seorang playboy, memacari para gadis di sekolah, mempermainkan perasaan mereka, dan mencampakkan mereka dengan tidak berperikemanusiaan. Nanti kami akan mendengar dia berpacaran dengan Jang Na Eun, beberapa hari kemudian dengan Lee Yoo Min, lalu Seo Hae Rin sunbae, Kwon Seung Mi, Wang Yoo Jung, Jung Eun Hye sunbae, Kim Ji Eun sunbae, Song Hyo Joo, Ji Ra Eum, Oh Soo Ji sunbae, Han Ri Jin, Go Joo Hyun, Wang Hee Sun, Hong So Ra sunbae, dan masih banyak lagi nama gadis lainnya yang pernah menjadi milik Cho Kyu Hyun. Dia juga tidak pernah memperlakukan mereka dengan benar, sehingga semua orang berpendapat bahwa Kyuhyun adalah pria yang sangat brengsek.

Bolehkah aku berkata jujur? Untuk kali ini saja?

Jika boleh, aku hanya ingin mengatakan bahwa.. aku amat sangat sangat merindukan Cho Kyu Hyun ku yang dulu..

 ☆☆☆

Aku menutup buku harianku, menyelipkan pulpen di halaman yang menjadi tempat terakhirku menulis. Aku sedang menulis apa yang sedang aku ceritakan tadi pada kalian semua. Aku duduk di atap rumahku, ditemani semangkuk es krim dan sebungkus keripik kentang, menulis semua itu, sembari menikmati udara musim gugur di suatu sore, serta suara kicauan burung-burung yang terbang di .

Aku menatap rumah di sebelah kananku. Rumah itu adalah rumah Kyuhyun, laki-laki yang aku rindukan empat bulan terakhir ini. Sekarang aku berada di tahun kedua sekolah menengah atas. Begitu juga dengan dia, dan kelima teman-temanku. Dan juga sudah selama itu kami tidak pernah berbicara lagi padanya.

Dari tempatku duduk, aku melihat Kyuhyun keluar dari rumahnya. Seorang gadis tengah bersandar pada mobil di tepi jalan, menunggu. Itu pasti pacar baru Kyuhyun, pikirku. Mungkin aku mengenalnya, hanya saja aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Aku melihat mereka berciuman, setelah itu mereka masuk ke mobil, dan pergi.

Aku menghela napas. Aku masih belum bisa melupakan Kyuhyun sepenuhnya. Aku masih mencintainya, bahkan setelah dia melontarkan kata-kata sekasar itu padaku. Aku merindukan semua perlakuan manisnya, nasihatnya, tawanya, caranya menyebut namaku, cara dia menyeka air mataku, cara dia memperlakukan aku, pokoknya aku merindukan semua hal tentangnya. Aku juga ingin berterima kasih padanya, karena berkat dirinya, orangtuaku tidak pernah bertengkar lagi, dan tidak pernah memanjakan aku dengan barang mewah yang tak mampu mereka beli lagi. Kyuhyun memang terlalu berarti untuk hidupku. Aku tidak akan menyesal pernah mengenal dirinya.

Lamunanku terhenti ketika aku mendengar seseorang – atau beberapa orang – memanggilku.

Aku memandang halaman rumahku. Di sana sudah ada Hyosung, Chan, dan Minjung. Oh, tidak, ini buruk! Aku punya janji dengan kelima sahabatku sore ini!

Ya, Shin Ha Byul, apa yang kau lakukan di atas sana, eoh?!” pekik Chan. Aku menutup telingaku karena teriakan gadis yang tidak suka dipanggil ‘Seungchan’ itu terdengar kencang sekali.

“Apa kau lupa kalau kita akan ke bioskop sore ini?!” sahut Minjung.

“Aku ingat!” balasku berteriak. “Aku akan bersiap dalam waktu lima menit!”

“Cepatlah! Sungmin dan Donghae sudah menunggu kita di bioskop!”

Setelah mendengar ucapan terakhir Hyosung, aku segera turun, dan menuju kamarku. Aku mengganti celana pendekku dengan skinny jeans panjang berwarna hitam, lalu menutup kaos polo putihku dengan jaket bermotif monochrome ber-hoodie. Aku membiarkan rambutku tergerai, kemudian mengenakan topi, membuat bagian depan topi itu menghadap ke belakang. Aku memoles wajahku dengan sedikit bedak dan lipgloss, keluar dari kamar, berpamitan dengan kedua orangtuaku, dan keluar rumah. Tiga gadis itu menunggu di teras.

“Tiga menit lima puluh tujuh detik.” kata Hyosung menatap arloji. “Sisa waktumu satu menit tiga detik.”

“Rekor baru.” gumam Chan betepuk tangan. Inilah kesamaan kami berenam. Kami paling tidak suka menunggu. “Ayo!”

Aku menatap rumah Kyuhyun sebentar, lalu berjalan mengikuti mereka bertiga.

Ya, Shin Ha Byul,” tegur Minjung. “Kau terlihat agak aneh hari ini.”

Aku menghela napas, melirik lagi rumah Kyuhyun yang mulai menjauh. “Kalian pasti tahu alasannya.”

“Kyuhyun?” ketiganya berkata kompak. Aku mengangguk.

“Oh, ayolah..” Chan memutar bola matanya. “Masih ada laki-laki lain yang mencintaimu dengan tulus..”

Aku terdiam setelah mendengar Hyosung dan Minjung melanjutkan perkataan Chan dengan serempak.

“Lee Dong Hae, misalnya..”

 

-To Be Continued-

2 thoughts on “Everything Has Changed 1

  1. ff ini terhubungkah dengan ff love trust and hate ? hehe maaf yhor masih agak bingung apakah ff author terhubung semua. mohon bimbingannya 😂😂
    nggak tau siapa yg dikasihani disini. kasihan liat byul dikatain sama kyuhyun apalagi byul suka sama kyu. liat sikap kyu yg berubah pasti sedih. kasihan juga liat kyuhyun di campakkan sama so eun. apalagi di kacangin sama teman nya. salah mu juga sih bang 😂😂

    Liked by 1 person

    1. Kalo hubungan emang ada sih, tapi dikit2 dan emang rata2 semua ceritaku ada hubungannya, kecuali cerita joohae Donghae yang aku pisahin jadi kehidupan member Suju sama bukan. Semoga kamu get it ya, walaupun di kehidupan Suju aku juga nyinggung Byul Chan Hyosung minjung, tapi ya gitu doang, di kehidupan Suju yang ceweknya ga jadian sama siapa2. Gitu deh. Kasihanilah aku yang meres otak buat bikin ini aja HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAAHAHAHAHAHA bercanda kok 😂😂😂

      Like

Leave a comment