Love, Trust & Hate 4

114f2364b1a3b81e90c1df08a7ec65f5

Poster by MCLENNX @ ART FANTASY

#4 : Queen don’t compete with hoe

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 (END)

***

BANDARA Internasional Narita sudah banyak berubah dari yang terakhir kali ia lihat. Sudah hampir empat tahun Eunhyuk tidak menginjakkan kaki di negara ini. Meski begitu, ia tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia bahagia setelah selama itu tidak melihat kedua orangtua dan kakaknya.

Bukan. Itu bukan berarti ia tidak menyayangi keluarganya. Tidak seperti itu.

Ia tidak pernah menyukai kehidupannya di Jepang dan apapun yang pernah ia lakukan di Jepang. Ia membenci Jepang. Ia muak dengan kehidupannya di negara ini.

Ia melihat sang ayah tengah menunggu di depan pintu Kedatangan Internasional, melambaikan tangan padanya dan tersenyum bahagia.

Hei, sebenci-bencinya Eunhyuk pada kehidupannya di Jepang, ia sama sekali tidak membenci keluarganya. Tidak sedikit pun.

Ia berlari dan memeluk sang ayah dengan erat. Setelahnya, mereka menuju tempat parkir, mencari mobil mereka di tengah ribuan mobil yang ada.

“Ibu dan kakakmu tidak sabar lagi menunggumu.” ayah Eunhyuk membuka pembicaraan seraya menyetir.

“Begitu juga denganku.” sahutnya senang. Kemudian, ia teringat sesuatu. “Aku masih tidak mengerti. Kenapa ayah dan ibu mendesakku untuk ke Jepang? Bukannya berkas yang kubutuhkan untuk kembali menjadi warga negara Korea sudah terpenuhi karena nenek sudah membereskan semuanya?”

“Ini bukan soal kewarganegaraanmu.”

“Lalu?”

Sang ayah menghela napas panjang. “Ini soal perusahaan nenek yang dikelola Ayah.”

Laki-laki itu mengerutkan kening. “Apa hubungan perusahaan nenek denganku?”

Ayahnya tidak langsung menjawab. Pria itu berdehem keras dan bertanya, “Mau ke tempat latihan menembak?”

Laki-laki itu praktis melupakan pertanyaannya, dan mengangguk penuh semangat.

Ia suka olahraga yang satu ini. Ayahnya yang mempernahlkan olahraga ini padanya. Dan ini merupakan salah satu dari sekian banyak pelampiasan yang ia lakukan di Jepang karena ia tidak menyukai Jepang.

Ayahnya memutar setir mobil untuk mengarahkan mereka ke tempat menembak yang sering didatangi mereka dulu.

Eunhyuk memandang ke luar. Tidak untuk menikmati keadaan, tapi tengah memikirkan sesuatu. Ah, tidak. Seseorang lebih tepatnya.

Ketika lampu lalu lintas menunjukkan warna merah, mobil itu berhenti.

Laki-laki itu mengeluarkan ponselnya, menyentuh layarnya beberapa kali, dan membuka galeri.

“Ayah.” ia memanggil.

Pria itu menoleh.

Eunhyuk menunjukkan ponselnya, di mana layarnya tertera foto seorang gadis berkacamata tebal yang memandang kamera dengan tatapan polos nan bingung.

“Minjung?” ayahnya tersenyum simpul. “Dia jauh lebih cantik dari yang ayah duga.”

Laki-laki itu terkesiap. “Ayah tahu?”

“Oh, aku bosan mendengar ibumu setiap hari berbicara tentangnya.” gerutu pria itu. Ia menjalankan mobil karena lampu lalu lintas berubah hijau. “Apa mereka sudah pernah bertemu sebelumnya? Dia membicarakan gadismu seolah-olah mereka sering bertemu.”

“Tidak mungkin Minjung sudah bertemu ibu.” katanya terkekeh. “Tapi aku yakin, pasti Byul yang bercerita banyak soal Minjung pada ibu dan Sora noona.”

“Ah, anak itu.” renung sang ayah, senyum di wajah tuanya semakin lebar. “Apa dia sudah berubah?”

“Dia bahkan jauh lebih gila dari yang terakhir ayah lihat.”

Ayahnya terbahak begitu saja.

Tempat latihan menembak itu sudah banyak berubah dari yang terakhir Eunhyuk lihat. Semakin banyak orang yang berkunjung ke sini, semakin luas arena latihannya, juga semakin lengkap fasilitasnya. Laki-laki ini tersenyum senang.

Ia segera menuju salah satu arena yang kosong, memandangi berbagai macam bentuk pistol dan senapan yang telah di sediakan di sebuah meja di dekatnya. Di depan sana, beberapa sasaran seperti apel, kaleng, plang besi yang dibentuk seperti tubuh manusia sudah terpasang dengan benar.

Lee Hyuk Jae sangat pandai menggunakan semua senjata ini. Namun sayangnya, tidak ada satupun orang yang tahu tentang ini kecuali kedua orangtua dan kakaknya.

Ia menoleh. “Ayah sudah menyiapkan semua ini untukku?”

Tuan Lee mengangguk. “Hanya ingin tahu seberapa jauh kemampuanmu. Aku yakin kau pasti tidak menembak di Korea.”

“Tidak pernah sekalipun.” Eunhyuk tersenyum, mengambil pistol dan mengisinya dengan peluru.

Ia mengambil ancang-ancang, membidik semua sasaran itu dan menembaknya. Sang ayah berdecak kagum. Kemampuan sang anak tidak menghilang seiring berjalannya waktu.

Ketika peluru di pistol itu habis, Eunhyuk mengambil senapan, mengisi dengan peluru, dan menembak plang-plang itu. Semuanya tepat sasaran. Bahkan sampai berlubang tepat di tengahnya.

Tiba-tiba, dua orang asing menghampiri mereka berdua seraya bertepuk tangan dan melontarkan pujian. Seorang pria dan wanita. Seumuran dengan sang ayah.

Eunhyuk menghentikan aksinya, mengernyit bingung memandang kedua orang itu.

Ayahnya tentu menyadari perubahan wajah itu. Jadi, ia menunjuk mereka dengan gerakan yang sopan. “Mereka teman ayah. Jung Il Hoon dan Song Ji Hye.”

Eunhyuk merasa mengenal nama itu, tapi bukan sebagai teman orangtuanya. Tapi sebagai.. sepertinya ia tahu nama itu berkaitan dengan seseorang.. hanya saja.. ah sepertinya ia tidak mengingatnya. Bodoh sekali.

Sang ayah berbisik di telinga Eunhyuk. “Ini tujuanmu ke Jepang. Aku akan meninggalkanmu berbicara dengan mereka. Jadi bersikaplah dengan baik. Dan patuhi apapun yang mereka minta.”

Dengan begitu, benar saja, tuan Lee meninggalkan mereka.

“Lee Hyuk Jae imnida.” Laki-laki itu membungkuk, memperkenalkan diri. “Tapi aku lebih sering dipanggil Eunhyuk oleh semua orang.”

Keduanya mengnagguk-angguk. “Ayahmu bercerita banyak tentang dirimu pada kami.”

“Aku harap kalian mendengar cerita yang baik.” jawab laki-laki itu tersenyum sopan.

“Tentu.” kali ini si wanita yang menjawab. “Terlebih soal keahlian menembakmu.”

Eunhyuk mengangkat satu tangannya. “Maaf?”

“Kemampuan menembakmu sangat luar biasa.” Ilhoon bergumam. “Jadi bagaimana kalau aku memintamu untuk membunuh seseorang?”

Laki-laki ini tentu saja kaget bukan kepalang. “Membunuh?!”

“Hanya seorang gadis, kau tidak perlu setakut itu.” Jihye menimpali.

“Tetap itu berarti aku harus menghilangkan nyawa seorang gadis ‘kan?” Eunhyuk sebisa mungkin mengontrol suaranya agar tidak dipenuhi emosi.

Keduanya tidak bereaksi untuk waktu yang lama.

Jung Il Hoon berdehem. “Kau akan sangat kaya jika berhasil membunuh gadis ini.”

Raut wajah Lee Hyuk Jae benar-benar tegang.

“Gadis itu adalah anak tiri istriku. Karena kami sudah membunuh kedua orangtuanya, gadis itu mendapat hak penuh atas semua harta kedua orangtuanya. Jadi, jika kau membunuh gadis ini, semua harta itu akan menjadi milik istriku karena memang secara hukum, istriku dan ayah gadis itu belum bercerai.” jelas pria itu panjang lebar.

Eunhyuk terperangah bukan main. Jadi ini yang kata kedua orangtuanya ‘alasan mendesak ke Jepang’. Perintah untuk membunuh gadis tidak berdosa hanya karena mereka mengincar kekayaan keluarga gadis itu. Ia yakin sang ayah, bahkan ibunya, sudah tahu tentang hal ini, tapi mereka memilih untuk menutup mulut dan membiarkan dirinya mendengar perintah ini secara langsung. Tapi mengapa? Mengapa sang ayah menggunakan dirinya? Mengapa sang ayah memintanya mematuhi mereka? Apa yang terjadi pada perusahaan sang nenek yang dikelola sang ayah sampai ayahnya harus menyanggupi perintah ini?

“Maaf jika aku bertanya lagi.” Eunhyuk mati-matian berusaha terkesan sopan, sementara dirinya benar-benar muak dengan semua ini. “Kenapa bukan kalian yang membunuh gadis itu?”

Keduanya saling tatap, lalu mengangguk, seolah memutuskan bahwa memang seharusnya laki-laki di depannya ini harus tahu. “Kami diincar seluruh kepolisian Asia, bahkan mungkin dunia jika kami melarikan diri ke benua lain.”

Satu fakta baru yang lebih mengejutkan.

Apa-apaan ini? Kedua orangtuanya berteman dengan.. buronan? Oke, kalimat itu cukup tepat untuk menggambarkan keduanya. Dan mereka memintanya untuk patuh pada.. buronan? Apa mungkin kedua orangtuanya.. pernah meminta bantuan yang sangat besar dari.. buronan?

“Jadi bagaimana?” Song Ji Hye bertanya untuk memastikan. “Kau bersedia?”

Jelas saja Eunhyuk tidak bersedia! Selain karena ia tidak mau dan masih memiliki jiwa kemanusiaan, ia punya keluarga dengan nama yang besar di Korea. Neneknya terkenal di kalangan pengusaha. Hampir semua paman dan bibinya menjabat sebagai orang-orang penting di negara itu. Singkatnya, ia memiliki banyak koneksi di sana. Jika Eunhyuk memang akan membunuh gadis itu, seluruh Korea pasti akan gempar! Namun ia yakin, ayahnya pasti sudah menyanggupi hal ini atas nama dirinya.

Ia melihat Ilhoon mengeluarkan selembar foto dari saku kemejanya, kemudian memberikan foto itu pada Eunhyuk. Dan ia benar-benar tidak menyangka siapa yang ada di foto itu.

“Hwang Min Jung. Gadis yang harus kau bunuh.”

☆☆☆

“Kedai sup daging ini mempunyai ide yang cukup bagus agar para karyawan di berbagai perkantoran bisa terus memesan makan siang mereka. Hanya saja, letak mereka terlalu jauh dari perusahaan yang mereka ajukan.”

Eunhyuk mengangguk-angguk mendengar penjelasan Jung Tae Kwon mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan. Dosen Kim membagi para mahasiswa bisnis itu menjadi beberapa kelompok kecil beranggotakan tiga orang untuk melakukan sebuah tugas penelitian. Jadi disinilah ia dan Taekwon dan Ji Sun Hwa berada. Di ruang kelas dengan para mahasiswa yang duduk sesuai kelompok mereka sementara sang dosen tengah mengetik sesuatu di depan sana.

“Kurasa sebaiknya mereka memperbanyak karyawan di bagian delivery order agar semua perusahaan ini tidak mengurungkan niat untuk selalu memesan makan siang di kedai mereka.” Eunhyuk menyarankan. “Dan mungkin saat pengerjaan ini kita bertiga bisa membantu mereka.”

Ji Sun Hwa, yang sedari tadi hanya mendengarkan seraya memandangi layar laptop, lantas mengetik kalimat yang Eunhyuk ucapkan dengan cepat.

Sementara itu, pikiran Eunhyuk melayang ke beberapa minggu lalu. Masih tidak habis pikir mengapa orangtua nya begitu gegabah dalam mengambil keputusan, seakan tidak ada yang bisa dimintai tolong selain dua buronan itu. Kini ia ingat, nama itu dikenalnya bukan sebagai teman orangtuanya, melainkan sebagai orangtua tiri Minjung. Ia mendesah pelan. Dari sekian banyak Hwang Min Jung yang ada di tanah Korea, mengapa harus Hwang Min Jung yang itu? Hwang Min Jung gadisnya?

Yah, walaupun ia tetap tidak akan mau bila disuruh membunuh Hwang Min Jung yang lain..

Pikirannya berkelana saat ketibaannya dari Jepang. Byul menghiasi tubuhnya dengan lebam dan memar dengan sangat baik! Namun, Minjung-nya yang mengobati semua lukanya, mengompres lebamnya dengan lembut, dan merawatnya dengan sangat baik.

Ia mencintai Minjung dan ia tidak mungkin membunuh gadis itu! Oh, bahkan  meninggalkannya sendirian bersama teman-teman sefakultasnya saja ia tidak sanggup!

Ini benar-benar gila! Eunhyuk benar-benar tidak tahu harus berbuat apa! Sebenarnya ia bisa saja melaporkan masalah ini pada sang nenek, dan dengan begitu semuanya akan beres dalam sekejap. Namun itu berarti, orangtuanya yang akan mendapat masalah dari neneknya, dan ia tidak mau hal itu terjadi. Ia menyayangi mereka, lebih dari apapun, tapi ia juga menyayangkan tindakan mereka yang benar diluar akal pikiran manusia.

Menyanggupi untuk membunuh seorang gadis hanya demi uang.

Apa-apaan itu?

Bahkan sampai sekarang, ia masih tidak tahu apa yang terjadi pada perusahaan sang nenek yang dikelola sang ayah sampai beliau harus meminta tolong pada buronan.

☆☆☆

Minjung menatap buku di hadapannya jengah. Ia menghela napas kasar, melepas pulpen dan membaca apa yang sudah ditulis dan digambar dengan wajah lelah. Beberapa buku tebal terbuka lebar dan terletak tak beraturan di dekatnya. Hanya ada beberapa orang yang ada di mejanya, juga sama sibuknya dengan dirinya. Ia memberdirikan buku tebal itu dengan posisi tegak, membuat kau tidak akan bisa melihat apapun yang terjadi dibaliknya, kemudian meletakkan kepala di meja dengan lengan sebagai bantalnya.

Ia lelah. Entahlah. Minjung mengalami suatu masa dimana ia merasa tak mampu mengikuti beberapa mata kuliah. Ia berada di fakultas yang sesuai dengan keinginannya dan orangtuanya. Ia menyukai semua mata kuliah yang dipelajari. Namun entah mengapa, ia merasa bodoh dan tak mampu di dua mata kuliah yang bukunya sedang berserakan di depannya ini. Ia tidak habis pikir mengapa proyek rekayasa interdisiplin dan perancangan tata letak pabrik harus membutuhkan banyak buku-buku asing.

Ia tidak mempunya masalah apapun dalam hidupnya. Maksudku, sungguh! Keluarganya bahagia. Sahabatnya menyayanginya. Kekasihnya mencintainya.

Kecuali, tentu saja. Fakta bahwa kedua orangtua kandungnya dibunuh dengan sadis oleh kedua orangtua tirinya sementara dua buronan itu bebas dari penjara dan mungkin sedang mengincar dirinya tak bisa ia hindarkan.

Ia sudah berusaha memberitahu Donghae, bahkan tanpa kiasan sedikitpun. Namun laki-laki itu menganggapnya bercanda.

Tidak. Kalau dipikir lagi, itu bukan alasan mengapa orang sejenius Minjung menjadi seperti ini. Mungkin ia terlalu memaksakan diri. Atau mungkin ia terlalu berambisi untuk lulus cepat dan menjadi yang terpintar.

Jadi, yang dilakukan selanjutnya adalah, mengistirahatkan diri dengan tidur sebentar di perpustakaan. Minjung termasuk orang yang bisa tidur di mana saja dan kapan saja dengan posisi apa saja. Hanya saja, ia masih belum bisa tertidur dengan membuka mata. Sedang dipelajari olehnya saat ini.

Ia menggerak-gerakkan tubuh untuk mencari posisi ternyaman, dan mulai tertidur.

Setengah jam kemudian, ia merasa bahwa ada seseorang yang duduk di sisinya dan sedang memainkan rambutnya. Ia membuka matanya sedikit, berusaha mengenali siapa pelaku semua itu.

“Kau bahkan masih tidak mau melepas kacamata saat tertidur, hmm?”

Minjung duduk tegak, mengusap wajah, dan memperbaiki posisi kacamatanya. Ia memandang wajah Eunhyuk dengan lesu. Ia juga melihat minoritas gadis yang berada di sini tengah mencuri pandang pada miliknya. Ia tidak peduli. Ia sangat mengantuk dan lelah dan bodoh.

“Sepertinya aku ketiduran.. lagi.”

Eunhyuk terkekeh pelan, merasa lucu mengingat kebiasaan kecil gadisnya yang sangat adaptif soal tidur, dan mengingat ia sedang berada di perpustakaan fakultas teknik yang memang jauh, jauh lebih sunyi dibanding perpustakaan fakultas ekonomi dan bisnis.

“Sudah makan?”

Mendengar pertanyaan itu, Minjung kembali merebahkan kepalanya di meja.

Laki-laki itu tersenyum mengerti. Ini juga salah satu kebiasaan kecil gadisnya. Minjung memang rajin dan tekun belajar, namun di saat ia tidak berada seperti ini, ia pasti akan malas bila harus melakukan apapun.

Ia menutup buku-buku perpustakaan yang dipinjam gadis itu, menumpuknya, lalu berdiri dan mengembalikan buku-buku itu pada tempatnya. Percayalah, Eunhyuk bisa tahu semua posisi buku itu bukan karena ia memahami isinya, melainkan karena Minjung yang sering meminjamnya.

Setelahnya, ia membereskan semua buku dan alat tulis Minjung, memasukannya ke dalam tas. Terakhir, ia bangkit dari kursinya dan menarik kursi Minjung dengan sangat pelan, kemudian menarik gadis itu keluar perpustakaan.

Dan tentu. Sontak saja, seluruh wanita yang berada di tempat ini memandangi pasangan kekasih itu dengan berbagai macam ekspresi. Menjadi pusat perhatian saat sedang bersama merupakan makanan sehari-hari mereka.

Para mahasiswi yang berada satu atau dua tingkat di bawahnya, bahkan yang seangkatan, tak ragu untuk memandang Eunhyuk dengan tatapan memuja, padahal mereka tahu Minjung-lah pemilik hati laki-laki itu. Mereka juga secara terang-terangan sering memberikan Eunhyuk hadiah ini itu, atau bila mereka berpapasan dengannya, mereka akan pura-pura jatuh agar bisa ditolong oleh laki-laki itu. Minjung sudah menyaksikan semuanya, dan Minjung tidak mempedulikan semuanya. Ia hanya melihat mereka dengan tatapan yang bagi orang-orang adalah tatapan hina penuh cela yang merendahkan.

Oh ayolah, Eunhyuk tidak sendirian yang menghadapi para jalang kelaparan itu. Donghae dan Kyuhyun juga mengalami kesulitan yang sama.

Mereka menuju taman di samping kampus. Cukup hijau, bersih, dan tidak terlalu ramai. Sebuah tempat yang bagus untuk menghilangkan rasa penat setelah menuntut ilmu seharian.

“Tunggu disini. Aku akan kembali.”

Sementara Eunhyuk yang mulai hilang entah kemana, Minjung memilih untuk duduk di rumput dan bersandar pada sebuah pohon. Ia menarik napas dalam-dalam, dan mengeluarkannya. Harus ia akui, udara di sini cukup segar. Ia melepas kacamata dan mengucek sebentar matanya, lalu mengenakannya kembali. Rupanya ini yang ia butuhkan.

Eunhyuk kembali dengan membawa sekantung besar belanjaan yang sudah pasti isinya adalah makanan. Ia memberikannya pada Minjung. Dan duduk di samping gadis itu.

“Makan.”

Minjung membuka bungkusan kimbap itu dan mulai makan. Ia tersentak walau hanya sesaat, menyadari bahwa ia benar-benar lapar. Ternyata ia benar-benar bekerja keras.

Laki-laki itu hanya memperhatikan Minjung makan. Ia mengusap-usap kepala gadis itu. “Aku ingin tahu apa reaksi kakek dan nenekmu saat tahu cucu mereka seringkali lupa makan.”

Gadis itu hanya memandangi kekasihnya tanpa berhenti mengunyah.

“Kau tidak harus melupakan dirimu sendiri hanya karena kau ingin lulus cepat, nona Hwang.” laki-laki itu melanjutkan ceramahnya. “Tidak ada artinya jika kau jenius tapi kau sakit-sakitan.”

Minjung termasuk gadis yang tidak suka hidupnya diatur, tindakannya diceramahi, dan sikapnya diomeli. Tapi di depan pria yang satu ini, ia tidak bisa berbuat banyak selain diam dan membenarkan dalam hati.

Ia menelan potongan kimbap terakhir, menegak air. Dan menghembukan napas kasar.

“Aku lelah.” keluh Minjung jujur. Ia memandang Eunhyuk jengah. “Aku tidak mengerti kenapa aku tidak bisa mengikuti mata kuliah professor Jung dan professor Choi padahal aku sudah belajar dengan tekun.” ia bicara dengan nada lelah. “Apa yang harus kulakukan? Semua teman sefakultasku akan mendaftar wisuda tiga bulan lagi, tapi aku sama sekali belum mempersiapkan pendaftaran itu..”

“Kau hanya perlu istirahat dan makan dengan teratur.” celetuk Eunhyuk sebelum gadis itu melanjutkan ocehan bodohnya.

Minjung termangu.

“Bukankah sudah kubilang, kau tidak perlu melupakan dirimu hanya karena kau ingin lulus cepat?” laki-laki itu kembali mengusap kepala gadisnya. “Pergilah ke bioskop. Tontonlah apa yang kau inginkan. Mintalah Jikyung menemanimu bermain catur. Luangkan waktu dengan sahabatmu. Aku tidak pernah menentang apapun yang kau lakukan, sayang. Tapi jika itu mencelakai dirimu, aku tidak akan tinggal diam.”

Minjung tertegun. Eunhyuk benar-benar mempedulikannya dalam hal apapun. Bahkan ia akan dimarahi karena terlalu tekun belajar, dan laki-laki itu akan memaksanya keluar dari dunianya yang serba rumit itu. Kalau dipikir-pikir, ini sudah berapa lama sejak ia mengunjungi Eunhyuk yang baru pulang dari Jepang? Ia tidak ingat. Sesibuk itukah ia belajar sampai ia nyaris melupakan orang-orang terdekatnya?

“Jadi,” Eunhyuk membuka bungkusan kimbap yang baru. “Makanlah dan habiskan energi yang kau dapat ini untuk membuatmu merasa lebih baik.”

Gadis itu menerimanya, lalu memberikan potongan kimbap lain pada laki-laki itu. “Kau juga. Makan.” perintahnya. “Aku tahu kau juga belum makan, tapi kau malah menyuruhku makan seolah aku tidak makan berhari-hari. Dan jangan kira aku bodoh karena kau sendiri tahu aku tidak mungkin menghabiskan semua makanan itu.”

Eunhyuk tersenyum lebar, menyadari bahwa gadisnya telah kembali seperti semula dengan begitu cepat. Di balik kesibukan, sifat dingin dan tidak pedulinya, bagaimanapun, Minjung adalah gadis yang peka. Sangat peka. Dan ia menyukai Minjung yang selalu tampil apa adanya hanya di depannya.

Sekali lagi, hanya di depannya.

Dan itu memang cukup menohok hati Eunhyuk karena dirinya masih penuh rahasia di depan Minjung. Juga teman-teman dan sepupunya.

Ia berjanji, mereka semua pasti akan tahu mengenai apa yang terjadi pada dirinya. Tapi tidak sekarang. Semua ada waktunya. Yang harus dilakukan, baik Eunhyuk maupun mereka, hanyalah bersabar.

Laki-laki itu memakan kimbap yang disuapi Minjung dengan lahap.

Gadis itu mengangguk puas, kemudian melirik sekilas kantung belanjaan tadi. Ia menumpahkan semua isinya ke rumput, memandang Eunhyuk sangsi. “Apa?” laki-laki itu bertanya.

“Berapa uang yang kau habiskan untuk semua hal yang tidak berguna ini?”

Eunhyuk mengerutkan kening, lalu mengambil peppero dan memamerkannya. “Ini berguna, dasar bodoh!” sanggahnya membuka bungkusan makanan itu. “Agar aku bisa memakannya bersamamu.”

Ia meletakkan satu batang makanan itu di mulutnya, menyodorkan pada Minjung agar gadis itu bisa menggigit ujungnya yang lain. Eunhyuk mengunyahnya dengan semangat, sampai akhirnya ia bisa menyentuh bibir Minjung dengan bibirnya.

Dan meraup benda itu seolah-olah ia tidak akan bisa meraupnya sama sekali.

Satu tangannya sudah berada di tengkuk gadis itu, mendorongnya agar ia semakin intens melakukannya. Ia menyesap kuat bibir gadis itu saat tahu Minjung membalasnya, dan tangan gadis itu juga sudah melingkari lehernya. Gerakan mereka pelan, namun memabukkan bagi keduanya. Pipi Minjung terasa panas selain karena gerakan bibir mereka juga karena napas hangat Eunhyuk yang menerpa wajahnya. Ia terengah-engah di sela-sela cumbuan itu.

Eunhyuk melepas tautan bibir mereka, melihat bahwa dari dulu sampai sekarang reaksi Minjung setelah dicium olehnya tidak pernah berubah. Ia tahu Minjung tidak bermaksud untuk menggodanya, namun bibir kemerahan dan basah gadis itu selalu mendorong Eunhyuk untuk menciumnya lagi dan lagi.

Minjung mengerjap, sadar bahwa tadi mereka berciuman di wilayah kampus.

YA!” teriak Minjung memukul keras lengan Eunhyuk. “Apa yang barusan kau lakukan, hah?!”

Lai-laki itu menelengkan kepala. “Memangnya kenapa? Bukannya kau sendiri juga pernah melihat yang lebih parah dari yang kita lakukan tadi kan? Hei, kau juga menikmati ciumanku!”

Gadis itu mengusap-usap tengkuknya, diam-diam merasa malu karena pernyataan itu benar.

“Kau juga sering melihat para wanita itu menciumku secara sengaja di depanmu kan?”

Minjung mengangguk. “Aku benar-benar tidak mengerti apa yang ada di pikiran mereka.” gumamnya. “Hei. Kau tidak lelah menghadapi tingkah mereka yang seperti itu?”

“Harus kuakui, aku lelah. Tapi aku tahu ada orang yang lebih lelah dariku.”

“Siapa?”

Laki-laki itu mencubit gemas pipi Minjung, dan mengecup bibirnya sekilas. “Kau.”

Minjung diam.

Eunhyuk tersenyum, menggenggam tangan gadis itu. “Apa hatimu tidak sakit melihat para gadis itu melakukan tindakan seberani itu pada priamu? Tindakan diam-mu itu membuat tingkah mereka semakin menjadi. Tidakkah kau tahu, saat mereka melakukannya padaku, walaupun aku menolaknya mentah-mentah, hatiku sakit karena aku memikirkan perasaanmu?”

Gadis itu memandangi tangannya yang digenggam. Lalu memejamkan mata. Rasanya hangat dan nyaman. Ia menyukai segala bentuk sentuhan yang Eunhyuk lakukan. Bahkan terlampau menyukainya. Ia terenyuh begitu tahu ternyata Eunhyuk diam-diam mengerti apa yang ia rasakan selama ini.

Ia menghela napas. “Gadis mana yang tidak terluka saat melihat seseorang yang dicintainya berciuman dengan gadis lain, hmm?”

Eunhyuk mengedipkan mata beberapa kali.

Minjung hampir tidak pernah menunjukkan kecemburuannya, bahkan mungkin tidak pernah sama sekali. Jadi tidak heran Eunhyuk begitu kaget karena akhirnya ia mendengar sendiri pengakuan tersirat itu dari mulut gadisnya.

“Kau tahu kenapa aku memilih untuk diam?”

Laki-laki itu menunggu jawaban gadisnya.

“Karena aku percaya padamu.” Minjung tersenyum tulus. “Aku percaya kau mencintaiku dan hanya aku. Aku percaya kau tidak punya gadis lain selain aku. Dan aku percaya kau tidak mungkin berpelukan atau berciuman dengan wanita lain karena itu pasti mereka yang melakukannya, bukan kau.”

Lee Hyuk Jae terpana.

“Aku memang terlukan setiap kali ada gadis kurang ajar yang berani mengaku-ngaku sebagai kekasihmu, memelukmu, menyentuhmu, atau bahkan menciummu di depanku, tapi aku tidak cemburu. Sungguh. Aku ingin sekali meminta Byul membunuh mereka semua, tapi itu berlebihan. Aku tidak segila itu. Kalaupun aku memarahi atau menampar mereka, mereka pasti akan melakukannya lagi. Karena mereka tidak suka melihat kita bersama.”

“Selain itu.” Minjung melanjutkan. Senyumnya semakin lebar. “Seorang ratu tidak pantas bersaing dengan jalang semurah mereka.”

Eunhyuk benar-benar tidak menyangka bahwa ia akhirnya mendengar semua ini dari mulut seorang Hwang Min Jung. Ia akhirnya mendengar sendiri bahwa gadisnya terluka karena tindakan gadis-gadis di luar sana padanya. Ia akhirnya tahu bahwa sebenarnya Minjung cemburu, tapi Minjung memilih untuk diam. Ia akhirnya sadar bahwa selama ini Minjung sangat memperhatikan setiap gerak-geriknya, terlebih bila ada wanita yang mendekatinya.

Minjung benar-benar berbeda.

Dan ia sangat mencintai Minjung-nya.

Lebih dari apapun.

Eunhyuk langsung membawa gadis itu ke dalam pelukannya. “Maafkan aku..” lirihnya mengusap sayang kepala gadis itu. “Maaf karena aku membuatmu terluka.. dan maaf atas semua tindakanku padamu.. aku tidak menyangka bahwa aku akan mendengar semua ini darimu, kau terlalu tidak peduli untuk apapun, sehingga aku diam dan tidak menyadari semua lukamu.. maafkan aku, Minjung-ah.. aku minta maaf..”

Minjung menghela napas. “Kenapa suasana nya berubah menjadi melankolis begini?”

Ia sudah hendak melepas pelukan jika saja Eunhyuk tidak mengeratkannya.

“Jangan.” pinta laki-laki itu membenamkan wajah di bahu Minjung. “Aku tahu kau benci melihatku begini, tapi untuk saat ini kumohon biarkan aku memelukmu seperti ini.”

Minjung tidak menjawab apa-apa untuk beberapa lama. Karena yang ia lakukan hanyalah mengusap-usap punggung dan kepala laki-laki itu. Memberikan sedikit ketenangan? Mungkin saja.

Ia bisa merasakan Eunhyuk begitu rileks dan santai dan damai.

Ooh, ada apa denganmu, Eunhyukie sayang?” canda Minjung. “Kenapa kau seperti ini?”

Gadis itu melepas pelukan, menangkup wajah Eunhyuk dengan kedua tangannya. “Wae, wae wae wae? Hm?”

Eunhyuk sudah cukup terhibur dengan tingkah Minjung yang seperti ini.

“Nah!” ia menepuk pipi Eunhyuk ketika laki-laki itu tersenyum. “Begini lebih baik!”

Jangan kira Minjung tidak bisa bersikap seperti ini. Jika Donghae dan semua teman-temannya melihat hal ini, mereka pasti akan melongo seperti orang bodoh.

“Mana ponselmu?”

Tanpa berpikir panjang Eunhyuk memberikannya. Minjung berbaring di rumput, menjadikan paha Eunhyuk sebagai bantalnya. Kemudian ia mulai mengutak-atik ponsel itu.

“Aku mau bermain Candy Crush.” ocehnya. “Kuharap kau tidak menghapusnya karena aku sudah mencapai level 95. Kau tahu kan kalau ponselku sudah penuh dengan berbagai macam buku elektronik dan presentasi materi kuliahku?”

“Ponselku juga penuh dengan semua itu, dasar bodoh!”  Eunhyuk tertawa, kemudian mengacak-acak rambut gadis itu. Ia menyukai Minjung yang manja dan cerewet, dan lebih dari itu, hanya ia yang bisa melihat sisi lain Minjung.

Eung?” Minjung sedikit tersentak ketika melihat ponsel itu.     

“Apa?”

Gadis itu memperlihatkan layar ponsel. “Ayah dan ibumu disini.”

☆☆☆

Do Yoo Jin memeluk kakak suaminya dan kakak iparnya dengan erat.

“Ini sudah lama sekali sejak aku tidak melihat kalian.” ungkap ayah Byul senang. “Duduklah. Yoojin membuat kue hari ini.”

Wanita itu menuju ke dapur dan kembali dengan membawa nampan berisi sepiring kue dan beberapa cangkir teh. Ini perjamuan orangtua, jadi kau tidak akan mungkin menemukan camilan yang sering disajikan Byul kepada teman-temannya.

“Dimana Eunhyuk dan Byul?” ayah Eunhyuk bertanya.

“Mereka mahasiswa. Seharusnya hyung tidak heran bila tidak menemukan mereka di sini.”

Pria paruh baya itu tersenyum lebar.

Saat itu, pintu rumah keluarga mereka terbuka. Menampakkan Shin Ha Byul berserta wajah lelahnya. Ia memandang heran ruang tamu yang sangat ramai. Kemudian menghampirinya.

“Oh, Byul-ah. Kau sudah pulang..” sambut sang ayah.

Byul terkesiap saat melihat paman dan bibinya. Ia menghampiri mereka, kemudian mengangkat satu tangan untuk menyapa. “Samchon! Imo! Anyeong!”

“Sambutan macam apa itu?” gerutu ayah Eunhyuk kesal.

Byul tertawa, kemudian memeluk mereka satu per satu. “Eish, aku sangat merindukan samchon, tahu?”

“Kurasa kau merindukan uangku daripada diriku.” pamannya membalas tanpa memandang anak itu.

Byul menyeringai. Setelah itu ia duduk di samping ibunya. “Mau kupanggilkan Eunhyuk?”

Dan pada saat itu juga, pintu rumah keluarga Shin terbuka lagi.

Byul tersenyum lebar. “Panjanglah umurmu, wahai sepupuku sayang..”

“Sambutan macam apa itu.” sembur Eunhyuk sebal. Ia menyalami semua orangtua di sana, kemudian duduk di dekat Byul.

“Ayah dan ibu akan menginap beberapa hari di sini.” ayahnya menjelaskan. “Kami juga akan mengunjungi Ibu besok. Ada yang harus kubicarakan dengan nenekmu.”

Eunhyuk mengangguk. Ia yakin, kedatangan kedua orangtuanya ke sini bukan karena ingin mengunjungi dirinya, neneknya, dan keluarganya. Ada maksud dan tujuan lain yang lebih genting dari itu.

Setelah itu, Eunhyuk membantu memindahkan barang-barang orangtuanya ke kamar tamu. Ia sedikit membersihkan ranjang, meja, dan lemarinya, sebelum menempatkan semua pakaian mereka ke sana. Kemudian ia membersihkan jendela dan menyapu lantai. Ketika semuanya sudah beres, Eunhyuk memutuskan untuk pergi begitu saja.

“Kau tahu kan tujuan sebenarnya kami kemari?”

Eunhyuk memejamkan mata dan menghela napas saat mendengar kalimat ibunya. Pintu kamar tertutup dan ia yakin paman bibinya dan Byul tidak akan mendengar mereka. Ia berdiri, membalikkan badan, melihat kedua orangtuanya kini duduk berdampingan di ranjang.

“Jadi, kau menyanggupinya?”

“Apa yang terjadi pada perusahaan sampai kalian harus meminta tolong pada buronan?” tanya laki-laki itu tak sabar.

“Eunhyuk-ah..”

“Apa yang terjadi pada perusahaan sampai kalian harus meminta tolong pada buronan?!” ulang Eunhyuk tak tahan lagi. “Apa perusahaan bangkrut lagi?”

Sang ayah mendesah kasar dan mengangguk. “Aku sudah terlalu banyak meminta uang pada nenekmu agar perusahaan bisa kembali stabil, tapi ternyata aku memang sudah ditipu oleh klien-klienku. Jadi aku meminta tolong pada Ilhoon dan Jihye, tetapi mereka akan menolongku kalau kau menyanggupi permintaan mereka.”

“Kalian tahu ‘kan kalau aku disuruh membunuh?!” pekik Eunhyuk. Suaranya dipenuhi emosi.

Keduannya mengangguk dalam diam.

“Dan kalian membiarkan aku supaya kalian mendapat uang itu?!”

“Kau juga akan dibayar oleh mereka!” jawab ayahnya.

“Dan ayah pikir aku mau menerima uang itu? Ah, tidak.” Eunhyuk meralat kalimatnya. “Bahkan ayah pikir aku mau menjalankan perintah mereka?”

Kedua orangtua itu terdiam.

“Kau pernah membunuh seseorang dan sama sekali tidak ketahuan polisi ‘kan?” kali ini ibunya mencoba untuk meyakinkan.

“Itu karena aku salah menarik pemicu dan ternyata yang terbunuh adalah seorang wanita yang tengah hamil tua!” Eunhyuk mengacak-acak rambutnya frustasi, otaknya kembali memikirkan kejadian yang tidak mau ia ingat lagi. “Aku masih punya hati nurani! Apa kalian benar-benar membutuhkan uang itu sampai harus membuatku seperti ini?! Kenapa mereka tidak meminta kalian yang membunuh gadis itu?! Kenapa harus aku?!”

Tuan dan nyonya Lee hanya memandangi anak mereka.

Eunhyuk menggeram, mengeluarkan selembar foto, yang merupakan pemberian Ilhoon. “Kalaupun aku tidak mengenal siapa yang harus kubunuh, aku tetap akan menolak mentah-mentah tawaran ini.”

Ibu Eunhyuk berusaha mengenali seseorang di foto yang Eunhyuk pegang, tapi ia tidak bisa melihatnya dengan jelas. “Memangnya siapa yang harus kau bunuh?”

Eunhyuk memberikan foto itu pada keduanya.

“Jika kalian ingin tahu, mereka memintaku membunuh gadisku.”

c

To Be Continued

v

Panjang? Kebanyakan narasi? Ngebosenin? Ga berasa feelnya?

Aku udah tau kok ::)

Sejujurnya pengen aku post besok, karena memang ketentuan yang aku bikin aku bakal post cerita ini pas weekend. tapi karena otakku lagi buntuk sebuntu-buntunya buat ngelantjuin part setelah ini jadi biarlah aku ngepost sekarang. dan mungkin aja ya, part 5 nya bakal di post dua atau tiga minggu lagi, mengingat otakku lagi buntu dan bentar lagi aku udah masuk kuliah. jadi maapkuen kalao ada yang nunggu part selanjutnya bcs bakal agak lama 😦

Jadi, mau dilanjutin? :3 *big no!*

9 thoughts on “Love, Trust & Hate 4

  1. itu 2 orang iblis yg jahat kenapa berulah ha, masa minta eunhyuk buat bunuh minjung.. apa mereka gak tau kalau eunhyuk itu namjachingu minjung .. bagaimana reaksi ibu eunhyuk jika yg difoto itu minjung yg bakalan dibunuh

    Liked by 1 person

  2. jadi.. eunhyuk.. 😦
    DUH dhifaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!
    Huuuuuhuhu kamu tuh tega ya sama akutu(?)
    disini rasanya nanonano tau ga, awalnya kaget, terus senyum2 pas baca sweetmoment nya minjung-eunhyuk, terus sedih, terus kaget lagi huuuuuuu TTTT
    seriusli aku langsung speechless pas dikasi tau kalo eunhyuk ternyata pernah.. pernah.. pernah.. 😦
    hu ngga sanggup pls pls jan apa2in minjung x(
    aku bingung mau bilang apalagi, ini nanonano ciyus TTTT
    Tapi aku seneng karena ini panjang ehe ehe
    meskipun banyak kagetnya disini, tapi ini malah bikin aku pengen baca lanjutannya hikksseuuu :”)
    lanjutin yah yah plss bakal ditungguin deh meskipun bakal lama updatenya 😉 😉 /cium /ehehe

    Liked by 1 person

    1. WAAAAAA MAAFKAN AKU EONNI KU SAYANGG *ngomong ala minjung* WQWQWQ ini makasih banget loh ceritaku dibilang nano2 padahal aku waktu ngebaca ulang aja poker face dimana2 HAHA😂😂😂 itu sengaja kok Eunhyuk nya digituin biar.. biar apa yak HAHA gataww juga aku biar apa HEHE lanjutannya ga jadi lama dong eon, at least mingdep udah bisa dipost lah ya HEHE wah aku baru ngeliat komentarnya eonni bcs tadi lagi kajian *read: gosip* sama adeq 😂😂😂 sumpah ini gapenting WQWQWQ 😐

      Liked by 1 person

  3. amboiii sebenarnya apa yg ada dipikiran orang tua eunhyuk yg ngehalalin anaknya membunuh. terus ngomongnya santai aja lagi kayak nyuruh bunuh kecoa di kamar mandi. kesel kesel sama orang tua hyuk. dilema kan eunhyuknya.
    good job thor. lu berhasil buat gua deg deg ser bacanya. 😁😁

    Liked by 1 person

    1. HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAAHAHAHAHAHA KOK NGAKAK SEH BACA KALIMAT PERTAMANYA 😂😂😂😂😂😂😂😂😂 uh wew uh wew makasih ya unchhh 😊😊😊😊

      Like

Leave a comment