Love, Trust & Hate 1

114f2364b1a3b81e90c1df08a7ec65f5

Poster by MCLENNX @ ART FANTASY

#1: He loves hers

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 (END)

***

PINTU lemari itu terbuka lebar, menampakkan berbagai macam pakaian wanita penuh warna yang dilipat dan digantung. Hwang Min Jung mengamati dengan bosan setiap benda yang ada di sana, lantas mengambil sebuah kaus, hoodie tipis, dan celana karet biru dongker. Ia lantas mengenakan semuanya. Setelah sedikit berdandan, ia mengambil tasnya.

Ia membuka pintu kamar, lalu menuruni tangga menuju ruang makan. Sudah ada kakeknya yang tengah menikmati kopi pagi sambil membaca koran, dan neneknya yang tengah meletakkan piring berisi beberapa lembar roti. Ia tidak melihat tanda-tanda dari adik sepupunya, Jikyung. Dan ia tidak peduli.

Minjung mengambil selembar roti, mengoleskan selai kacang di sana. “Selamat pagi, Kek! Berita hangat apa lagi yang membuat perhatianmu tersedot?”

“Pencurian, penculikan, pembunuhan.” tuan Hwang menjawab tanpa menoleh dari korannya. “Membosankan.”

“Oh ayolah, bagaimana bisa itu membosankan kalau yang dicuri, diculik, dan dibunuh setiap harinya selalu berbeda?” nyonya Hwang menyahut tepat saat ia meletakkan selembar roti berselai di hadapan suaminya.

Pria paruh baya itu mengangkat wajah, menurunkan koran yang menjadi penghalang antara dirinya dan sang istri. “Kau memang tidak akan pernah mengerti berita karena yang kau baca hanya resep makanan baru.”

Minjung ― yang tengah meneguk susu ― langsung tersedak.

“Jika aku tidak mendapat inspirasi baru untuk membuat makanan, akankah kau bertahan hidup sampai sekarang?!” cecar sang nenek.

“Oh, yeobo..” kakeknya mencoba menggoda ― yang membuat Minjung cekikikan. “Cobalah untuk tidak terlalu emosional..”

Nyonya Hwang merengut.

Minjung meletakkan gelas kosong di meja, membersihkan mulut dengan ujung lengan jaketnya. “Aku berangkat!” pamit gadis itu.

Ya, biasakanlah menggunakan tissue!” teriak neneknya.

“Eunhyuk tidak akan berhenti mencintaiku hanya karena aku tidak terbiasa menggunakan tissue, nek!”

Wanita itu menggerutu sebal.

Gadis itu menuju garasi sambil tertawa, menuntun sepedanya menuju halaman. Ia menaikinya, dan ia mulai meninggalkan rumah.

Minjung mengayuh sepedanya dengan santai, membiarkan dua ban itu membelah jalanan kompleks yang tidak terlalu ramai. Ia melihat beberapa anak kecil tengah berpamitan kepada orangtuanya saat bus sekolah menjemput mereka. Ia sempat tersenyum saat salah satu dari mereka meneriaki namanya sambil melambai-lambaikan tangan. Ia mengamati para tetangganya yang tengah melakukan aktivitas pagi mereka. Ia juga tidak lupa untuk menyapa. Seperti misalnya, menegur nyonya Jung yang tengah menyiram halaman, melambai pada tuan Song yang sedang berolahraga, dan tertawa saat melihat Jaehyun ― anak empat tahun yang ceria dan penuh warna ― menabrak tembok pembatas taman dengan sepeda roda tiganya. Ia memandang langit, yang ternyata sangat cerah dan menyegarkan.

Hari ini benar-benar hari yang indah. Dan ia sangat tidak sabar untuk menuju kampus.

Minjung menyeringai begitu memikirkan hal itu. Ia mengangkat tubuhnya dari sadel dan mengayuhnya kencang-kencang. Ia berbelok tajam ke kanan, menyadari bahwa beberapa meter lagi ia akan menuju jalan raya.

Pada saat itu, ia merasakan sesuatu di belakangnya. Selama lima belas menit terakhir, ia hanya sendirian di jalanan ini. Namun sekarang, ia melihat ada pengendara sepeda lain di sampingnya, terlihat terengah-engah.

Minjung memperlambat laju sepedanya.

“Kau mengerikan, nona Hwang.” ujar orang yang mengayuh sepeda di sampingnya. “Apa yang kau kejar sampai kau harus megayuh sepedamu secepat tadi?”

“Tidak ada.” balas gadis itu. “Aku justru berharap kau akan menungguku di gerbang kampus, tapi kau malah berada di sini, mengayuh sepeda, dan terlihat sangat tidak terbiasa.”

Orang itu merengut menanggapi ucapan Minjung yang nyaris mendekati ejekan. “Oh, ini benar-benar melelahkan! Aku kagum padamu yang selalu pergi ke mana pun dengan sepeda!”

“Setelah berteman dengan sepupumu, aku mulai menyadari bahwa olahraga itu penting.”

Orang itu mengangguk-angguk, terlalu tahu bahwa tabiat buruk gadis ini, dan dua temannya, yang sangat tidak suka olahraga karena mereka tak akan suka jika tubuh mereka berkeringat. Berbeda dengan sepupunya yang mencintai olahraga sama seperti mencintai es krim dan keripik kentang.

“Byul benar-benar berpengaruh besar untukmu.”

Minjung melirik orang itu singkat. “Omong-omong, kenapa kau tiba-tiba tidak menggunakan mobilmu?”

“Hanya ingin mencoba seperti dirimu.” Eunhyuk menjawab. “Aku heran kenapa kau lebih memilih menggunakan sepeda daripada bus. Kau tahu? Aku bisa menjemputmu setiap pagi dan kita bisa berangkat bersama kalau kau mau.”

“Terima kasih atas tawaranmu, tuan Lee.” tolak Minjung sopan. “Tapi sayangnya, gadismu ini bukan tipikal perempuan manja yang selalu ingin ditemani kekasihnya kemanapun dia pergi.”

Eunhyuk tidak menanggapi. Karena memang itu kenyataannya. Mereka jarang memamerkan kemesraan ― tidak seperti Donghae dan Chan yang selalu terlihat romantis ― mereka malah sering terlihat saling memukul atau menendang.

“Lagipula,” Minjung melanjutkan. “Jika ada cara konvensional yang bisa membuatku lebih baik, kenapa aku harus menggunakan cara yang modern?” ujarnya.

Eunhyuk mencibir. “Dasar kuno. Kau hidup di abad 21 sekarang! Dan berbagai hal modern sudah berkembang di sini!”

“Apa peduliku?” Minjung mengabaikan perkataan itu. “Lagipula, kendaraan bermotor menyebabkan polusi. Dan itu sangat tidak baik untuk pernapasan, bumi, dan kulitku.”

“Bilang saja kalau kau tidak tahu cara mengemudi.”

Minjung menyeringai. “Hei, alasanku masuk akal, kau tahu? Terlalu menggunakan cara praktis untuk hidup akan berdampak buruk bagi kesehatan!” ia berspekulasi. “Lihatlah, kematian karena penggunaan barang-barang elektronik yang dilengkapi tagline praktis, canggih, dan modern sedang marak terjadi!”

“Alasan.” Laki-laki itu mendengus.

“Dan menggunakan sepeda bisa membuatku membakar lebih banyak kalori di tubuhku!” lagi, Minjung menambahkan.

Eunhyuk menatap gadis itu dari kaki sampai kepala, lalu mengernyit. “Apa yang harus kau bakar di dalam tubuhmu kalau kau sekurus ini?”

Minjung menendang kaki laki-laki itu. “YA!”

Eunhyuk tertawa, sama sekali tidak terlihat kesakitan. Merasa bahagia mengawali hari dengan bersepeda bersama gadisnya. Ada untungnya juga ia memohon-mohon pada Byul untuk meminjam sepeda milik gadis gila itu dan sebagai gantinya, Byul menggunakan mobilnya.

“Kau juga kurus, jadi jangan mengataiku!” Minjung berteriak lagi.

Yeah, itu berarti kita pasangan yang serasi ‘kan?” sembur laki-laki itu. “Kau kurus, dan aku juga kurus. Wah.”

Hati Minjung berdesir saat mendengar Eunhyuk mengatakan hal itu. Sepele dan kedengaran basi memang. Ternyata, berteman dengan Lee Dong Hae bisa membawa pengaruh sebesar ini pada pria miliknya. Apa romantis menular? Minjung rasa tidak, dan romantis bukanlah sebuah penyakit yang disebarkan oleh virus sehingga bisa menulari siapapun. Namun satu yang pasti, kalimat itu terdengar manis.

Minjung memilih untuk memandang ke depan, berharap Eunhyuk tidak melihat wajahnya yang mulai merona.

“Lagipula, aku tidak sepenuhnya selalu menggunakan cara modern dan praktis dalam hidupku.” Eunhyuk melanjutkan. “Ada satu hal yang dari dulu selalu kulakukan dengan cara konvensional dan itu sama sekali tidak instan.”

Minjung memandangnya. “Apa itu?”

Eunhyuk tersenyum. Begitu lembut, menenangkan, dan teduh. “Mencintaimu.”

Minjung mengatupkan mulutnya, berpaling ke arah lain karena tersipu. Oh, demi apapun, kalimat itu sangat manis sampai ia bisa merasakan di sekitar mulutnya. Sialan! Laki-laki ini bisa membuat insulin di tubuhnya bekerja lebih berat!

“Kau tahu benar kalau tidak mudah bagiku untuk mendapatkan dan menaklukanmu. Dan itu benar-benar konvensional, juga amat sangat tidak instan.”

Hwang Min Jung hampir kehilangan kendali sepedanya.

☆☆☆

Minjung menuntun sepedanya menuju tempat parkir. Di sampingnya, ia melihat Eunhyuk melakukan hal yang sama. Namun ia melihat ada sedikit perbedaan pada prianya. Wajah Eunhyuk memerah, tubuhnya basah karena keringat, dan ia terengah. Satu kata untuk merangkum semuanya: kelelahan.

Ia menghampiri Eunhyuk, menyeka keringat di wajah laki-laki itu dengan tangannya. “Kau tampak tidak terbiasa.” gadis itu tersenyum. “Sebaiknya kau tidak mengulanginya kalau kau tidak mau besok terbangun dengan rasa sakit luar biasa di seluruh tubuhmu.”

“Wah,” Eunhyuk membelalakkan mata, menurunkan tangan Minjung. “Sejak kapan gadisku ini berubah peduli? Biasanya kau akan menertawakan aku kalau aku bersin.”

Minjung mengerucutkan bibir. “Memangnya aku tidak boleh mengkhawatirkanmu?”

“Kau lebih patut dikhawatirkan daripada aku, nona Hwang!” Eunhyuk mengacak-acak rambut Minjung, merangkul bahunya. “Ayo! Kau punya presentasi besar hari ini!”

“Tidak usah buru-buru.” Minjung membiarkan Eunhyuk merangkulnya menuju kelas. “Presentasinya dimulai setengah jam lagi.”

“Begitu.” Eunhyuk mengangguk paham. Lalu tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Oh iya!”

“Apa?”

“Ayo bersenang-senang setelah presentasimu!” seru Eunhyuk bahagia.

Minjung mengerutkan kening, menoleh. “Bersenang.. senang?”

Laki-laki itu mengangguk antusias. “Kita akan jalan-jalan seharian ini! Sudah lama sekali aku mau menghabiskan waktu denganmu. Hanya kita berdua, dan tidak boleh ada yang mengganggu!”

Minjung diam.

Menyadari ekspresi itu, Eunhyuk bertanya. “Wae?”

“Aku tidak bisa.” Minjung menundukkan wajahnya. “Mian..”

Eunhyuk hendak membuka mulutnya untuk menjawab, tapi Minjung sudah mencegahnya lebih dulu.

“Besok peringatan hari kematian ibu.” gadis itu berkata. “ Aku harus berbelanja.”

“Oh.” Eunhyuk tersentak, seketika merasa bersalah. “Maaf, aku tidak ingat.”

“Tidak apa.”

Beberapa menit setelahnya, tidak ada yang bicara sampai mereka hampir tiba di depan kelas Minjung.

“Kalau begitu, ayo berbelanja bersama!” ajak laki-laki itu.

“Aku bisa berbelanja sendiri.” tolak gadis itu.

“Ayolah..” laki-laki itu tiba-tiba merengek. “Aku mau menemani dan menghabiskan waktu bersamamu.. aku merindukanmu..”

Minjung mendengus. “Kau bertemu denganku setiap hari, Eunhyuk ku sayang.” Ia tertawa. “Kau hanya mau menghindari Byul agar kau tidak membuatnya diam dengan banyak cup besar es krim kan?”

“Tidak, sungguh!” elak laki-laki itu.

“Ekspresimu terlalu gampang dibaca.” jawab Minjung datar. Ia menghela napas, menyerah. “Baiklah. Kau boleh menemaniku.”

Eunhyuk tersenyum bahagia.

☆☆☆

Hwang Min Jung adalah gadis yang bila kau baru mengenalnya, kau akan langsung menanamkan kesan bahwa ia adalah gadis cerdas yang sombong, judes, dan dingin. Harus kuakui, itu first impression semua orang padanya. Dan itu tidak sepenuhnya salah. Minjung memang seperti itu. Bahkan dengan orang-orang terdekatnya.

Tapi bila kau sudah mengenalnya seperti Lee Dong Hae ― yang sudah mengenalnya seumur hidup laki-laki itu ― kau akan menemukan fakta bahwa gadis sepintar dirinya bisa bertransformasi menjadi orang gila. Secara harfiah, tidak secara sarkastis. Ia akan membuatmu menggeleng-gelengkan kepala begitu kau menyadari betapa gila dan menyebalkan dirinya. Percayalah, Lee Dong Hae sudah terlalu terbiasa dengan gadis itu.

Namun tetap saja, Minjung juga bisa bertransformasi menjadi gadis sesungguhnya. Sekali lagi, dalam arti harfiah. Kalian tahu bagaimana sikap seorang gadis kepada seseorang yang sangat ia cintai? Nah, siapa sangka Minjung juga bisa bersikap demikian?

Tentu saja, ia akan seperti itu hanya di depan Lee Hyuk Jae.

Satu pria itu bisa membuat Minjung yang super dingin menjadi super ramah. Menjadi cerdas dan bodoh di saat yang bersamaan. Menjadi gadis polos yang tidak tahu apa-apa. Menjadi gadis baik hati yang menuruti semua keinginannya.

Tetap saja, Minjung adalah gadis yang bila ia tidak suka akan satu hal, ia akan menunjukannya secara terang-terangan. Ia tidak akan peduli kau menyukai reaksi itu atau tidak.

Seperti saat ini.

Ketika ia merasa muak karena Eunhyuk memaksanya duduk manis di dalam troli sementara Eunhyuk berbelanja dengan santainya.

 “Ah, ini membuatku malu..” Minjung menunduk untuk menutupi wajahnya. Ia melihat Eunhyuk yang tampak biasa saja, mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan dengan cuek.

“Sepertinya kau belum bisa mengerti konsep romantis, nona Hwang.” Eunhyuk mengambil dua botol wine, memasukannya ke dalam troli. “Apa kau terlalu pintar sampai kau tidak sempat mencari tahu pengertian romantis?”

“Ini memalukan! Bukan romantis!” Minjung berteriak. “Turunkan aku!”

Eunhyuk memberhentikan troli. Ia mendekatkan wajahnya pada gadis itu. “Kau punya dua pilihan.” tawarnya. “Duduk di sana sampai kita selesai berbelanja atau aku menurunkanmu, tapi kita harus berciuman panas selama sepuluh menit di sini. Kau pilih yang mana?”

Ya!” Minjung meronta, yang nyaris membuat troli dan semua isinya terjatuh kalau saja Eunhyuk tidak menahannya. “Tawaran macam apa itu?! Dasar mesum!”

Eunhyuk tertawa riang, secepat kilat menurunkan Minjung dari troli. “Kau pikir aku mau kita berciuman panas di hadapan semua orang? Tentu saja tidak, bodoh!” ia menjitak kepala gadis itu. “Ada tempat yang lebih bagus untuk kita berciuman sepuasnya, dan itu bukan di supermarket!”

Minjung mengabaikan perkataan itu dengan memasukkan daging ke dalam troli dengan kesal.

Eoh? Minjung ku marah?” Eunhyuk berujar dengan nada sedih yang dibuat-buat. “Minjung-ah?”

Tidak ada jawaban.

“Kau benar-benar marah padaku?”

Tetap tidak ada jawaban.

“Ayolah, aku hanya berusaha membuatmu bahagia..”

Minjung terus mengabaikan laki-laki itu sampai mereka berada di kasir. Sebenarnya, ia merasa senang saat Eunhyuk menambahkan imbuhan ku pada namanya. Dan kalimat terakhir itu, oh siapa yang tidak ingin terbang jika mendengarnya. Tapi ia tidak akan terang-terangan menunjukkannya. Eunhyuk akan merasa menang, dan ia tidak suka itu.

Sedangkan Eunhyuk? Laki-laki itu hanya tersenyum simpul menanggapi gadisnya. Minjung marah dan kesal karena dirayu olehnya bukan hal baru. Dan ini tidak membutuhkan waktu lama untuk Minjung kembali menganggap keberadaannya.

Hanya dengan menghitung, semuanya pasti beres.

Satu. Dua. Tiga.

“Eunhyuk-ah, pinjamkan aku 56 won.”

Laki-laki itu menyeringai. Benar kan?

Meski sedikit ketus dan terkesan sepihak, setidaknya ia tahu kalau sekarang Minjung tidak lagi marah padanya.

Eunhyuk memberikan uang yang Minjung minta, lalu mereka keluar bersama dari supermarket.

☆☆☆

Minjung meletakkan semua belanjaan itu di kursi penumpang belakang (Eunhyuk mengambil mobilnya dan meminta Minjung meletakkan sepedanya di rumah) , sementara laki-laki itu menunggunya sembari memanaskan mesin. Gadis itu menutup pintu, lalu menuju ke pintu penumpang depan. Baru saja ia hendak membukanya, ia menyaksikan sesuatu di depannya.

Dan hal itu cukup membuat Hwang Min Jung diam membeku.

Eunhyuk membunyikan klakson dengan kesal, mengisyaratkan gadis itu agar segera masuk. Ia mengernyit, mengikuti arah pandang Minjung, dan mendelik.

Di depan mereka, dua orang pria sangar berpakaian serba hitam, baru saja keluar dari sebuah toko. Satu orangnya membawa sebuah kantung ― mungkin berisi uang ― sementara yang lain mengeluarkan pistol. Sepersekian detik kemudian, seorang pria tua renta keluar sembari memohon, sementara seorang remaja sekolah menengah yang masih berseragam berdiri di belakang pria tua itu sambil menangis. Si sangar mengarahkan pistol pada si pria tua. Kemudian, si sangar menarik pelatuk, sehingga peluru keluar menembus kepala dan jantung si pria tua.

Saat pria tua itu jatuh tersungkur dan si remaja memeluk pria itu sambil menangis menyedihkan, Eunhyuk dengan cepat membuka pintu mobil dari dalam, menarik Minjung untuk masuk, memasang sabuk pengaman untuk mereka berdua, dan melesat pergi.

☆☆☆

Malam yang hening untuk salah satu kawasan yang berada di kota sebesar Seoul. Yeah, tempat ini memang terkenal sepi saat malam, jadi berhati-hatilah jika sedang berjalan sendirian di sini. Meski kompleks perumahan ini cukup ramai saat pagi dan sore, hal itu tidak akan menjamin bahwa saat malam kalian akan mendapatkan suasana aman. Buktinya sudah ada kan? Hanya terdengar suara gaduh dari beberapa rumah.

Dan deru mesin sebuah mobil yang berhenti tepat di sebuah rumah yang di salah satu dindingnya terdapat ukiran hangul bertuliskan ‘Hwang’.

Eunhyuk menghela napas, menyandarkan punggungnya ke kursi mobil yang empuk. Ia menoleh ke samping. Kekhawatirannya mulai terbit. Minjung-nya, gadisnya, tidak mengucapkan apa pun setelah melihat kejadian itu sampai sekarang. Sedari tadi gadis itu hanya duduk tegak, menatap sesuatu di depan sana. Entahlah apa itu, yang jelas Eunhyuk merasa gelisah.

“Minjung-ah, gwaenchana?”

Gadis itu mengangguk kaku tanpa menoleh.

“Benarkah?”

Minjung diam.

Eunhyuk mengusap kasar wajah dan kepalanya. Ia benar-benar menyesal! Dan merasa sangat bersalah! Mengapa ia membiarkan gadisnya menyaksikan hal itu?! Mengapa ia tidak langsung menyeret Minjung dan pergi?! Mengapa ia membiarkan gadisnya kembali ke masa lalu yang suram itu?!

Minjung punya trauma. Sebenarnya tidak akan jadi masalah jika seandainya ia tidak menyaksikan sang ayah dibunuh dengan cara ditusuk-tusuk pisau, dan ditembak berkali-kali di kepala dan jantungnya. Saat melihat kejadian tadi, ia tahu Minjung merasa melihat dirinya sendiri di dalam diri anak itu, dan diri sang ayah di dalam diri pria tua itu. Kejadiannya persis sama. Ia tahu saat ini Minjung percaya bahwa anak itu akan memiliki trauma yang sama seperti dirinya.

Suara pistol. Tawa di atas penderitaan. Sayatan pisau di kulit. Semua itu hanya akan mengingatkan Minjung pada masa lalunya.

Eunhyuk melepas sabuk pengaman, mendekatkan dirinya pada gadis itu. Masing-masing tangannya berada di tengkuk dan pinggang Minjung. Ia langsung meraih bibir gadis itu, melumatnya pelan, dan menyesapnya cukup lama. Ia tidak membutuhkan balasan dari Minjung, karena tujuannya hanya untuk menenangkan gadis itu. Tidak apa ia merasa sakit di tulang pipinya karena tekanan dari bingkai kacamata Minjung, yang terpenting gadisnya bisa merasa lebih baik.

Minjung membelalak saat Eunhyuk menyesap bibirnya. Pikirannya kalut sejak melihat kejadian itu. Ia tidak bisa berpikir jernih, bahkan ia membutuhkan waktu lama untuk menyadari kalau Eunhyuk tengah menciumnya. Ia tidak membalas ― atau seharusnya kukatakan ― ia tidak bisa membalas. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya selain membiarkan laki-laki itu.

Eunhyuk mengakhiri pagutan itu dengan kecupan kilat. Ia mulai menjauhkan wajahnya beberapa senti, mengamati Minjung yang tengah memejamkan mata. Ketika laki-laki itu mengusap bibir gadisnya dengan ibu jari, barulah Minjung membuka mata.

“Maafkan aku..” lirih Eunhyuk memeluk gadis itu. “Tidak seharusnya aku membiarkanmu melihat hal itu.”

Minjung mengerjap, merasakan sentuhan damai pria-nya di punggungnya. Air matanya jatuh, namun dengan cepat ia menyekanya. Sudah cukup ia terlihat lemah di depan Eunhyuk. Ia tidak mau terlihat cengeng.

Laki-laki itu melepas pelukan, melepas kacamata gadis itu yang ternyata berembun. Sekali lagi ia mengecup bibir itu. “Aku minta maaf..”

“Tidak apa..” akhirnya Minjung bersuara. Lirih dan parau. “Aku tidak apa..”

Eunhyuk mengamati gadis itu dengan saksama. Wajahnya menunjukkan ketakutan dan kengerian yang mendalam. Mata gadis itu seakan tengah membuat keyakinan palsu bahwa ia baik-baik saja. Ia sangat membenci keadaan Minjung yang seperti ini.

“Kau yakin akan baik-baik saja?”

Minjung mengangguk pelan.

“Apa jaminanmu supaya aku percaya?”

Gadis itu tidak bisa membalas, membuat Eunhyuk mendesah berat begitu melihat respon gadis itu.

Sejenak, keheningan mencekam mengisi kekosongan di antara mereka berdua.

“Apa kejadian itu membuatmu teringat hal lain selain ayahmu?” Eunhyuk akhirnya bersuara.

Gadis itu diam sejenak, ragu untuk menjawab. Namun pada akhirnya, ia menggeleng.

Eunhyuk kembali memeluk gadis itu. “Tidak ada yang perlu ditakutkan, kau tahu?”

Laki-laki itu terus mengusap sayang kepala dan punggung gadis itu. Hanya untuk membuat Minjung-nya merasa lebih baik. Setiap sentuhannya berakibat baik bagi gadisnya, dan akhirnya dalam beberapa menit ke depan ia bisa mendesah lega karena Minjung tidak setegang tadi. Gadis itu mulai rileks di dalam pelukannya.

“Pastikan dirimu tenang, Sayang..” Eunhyuk melepas pelukan, mengecup kening Minjung. “Jangan tampil buruk di depan ibu mertuaku besok.”

Senyum palsu gadis itu terbit.

Setelah semua belanjaan dipindahkan ke teras, barulah Eunhyuk pergi meninggalkan perumahan ini.

☆☆☆

Hwang Min Jung menatap kosong jendela kamarnya. Ia melihat Eunhyuk masih berada di bawah, berbincang sebentar dengan kakeknya, lalu masuk ke mobil. Sebelumnya, laki-laki itu  menatap ke arahnya, tersenyum seraya mengatakan ‘aku mencintaimu’ tanpa suara, kemudian ia kembali ke rumah.

Ia mendesah keras. Hari sudah malam, sehingga tidak ada satu pun keindahan yang bisa ia lihat di sana. Pikirannya berkabut, tubuhnya merinding, dan ia tidak akan pernah merasa lebih baik.

Meskipun Eunhyuk telah berusaha sekeras itu untuk membuatnya merasa lebih baik.

Well, ketika berada di mobil tadi, ia hanya mengingat ketika ayahnya dibunuh, tangisan pilunya saat melihat kedua pembunuh ayahnya tertawa bahagia, dan suara sang paman saat memberitahu dirinya bahwa ibunya dibunuh oleh orang yang sama yang membunuh ayahnya. Setelah semua itu, bisakah ia merasakan kebahagiaan?

Minjung menyentuh bibirnya. Ia ingat bagaimana cara Eunhyuk menciumnya tadi. Penuh kelembutan, dan sedikit pun tidak menuntut. Ia memejamkan mata, mengingat bagaimana Eunhyuk memeluknya, mengusap sayang punggung dan kepalanya, juga bagaimana cara laki-laki mengecup keningnya. Ia bisa merasakan semua itu, namun ia tetap tidak merasa lebih baik.

Ini untuk pertama kalinya perlakuan Eunhyuk tidak memberikan energi positif padanya.

“Apa kejadian itu membuatmu  teringat hal lain selain ayahmu?”

Minjung duduk diam di kursi meja belajarnya. Kalimat itu terus terngiang-ngiang di otaknya, tak mau pergi, membuatnya semakin frustrasi. Di depannya saat ini, ada foto dirinya saat masih bayi bersama kedua orang tuanya. Ia menghela napas berat.

Pertanyaan itu ia jawab dengan kebohongan. Kejadian tadi, selain mengingatkannya pada sang ayah dan ibu, juga membuatnya teringat akan hal lain.

Yakni sesuatu yang tidak diketahui siapa pun.

Bahkan keluarga dan sahabat terbaiknya, Lee Dong Hae.

Minjung menggeleng. Tidak. Tidak ada yang boleh tahu tentang hal ini. Atau setidaknya sampai ia merasa lebih baik, dan siap mengatakan semuanya. Ini hanya masalah waktu yang tepat, setelahnya mereka akan tahu..

Tentang hal itu.

☆☆☆

Shin Ha Byul berbaring di sepanjang sofa, menonton Running Man dengan wajah datar. Tidak, bukan berarti acara itu tidak lucu. Ia sedang malas melakukan segala hal hari ini. Setelah aktivitas kuliahnya yang sangat padat, hal yang paling diinginkannya adalah tidur selama dua hari di akhir pekan. Tapi pada kenyataannya, sang nenek akan berkunjung malam ini dan ia harus membersihkan rumah.

Saking malasnya, ia bahkan tidak punya niat untuk mengambil remote di meja ― yang berjarak hanya dua puluh sentimeter ― dan mengganti channel.

Dan pada saat itu, seseorang menekan bel rumahnya berkali-kali.

Bagus sekali.

Byul berdiri, melangkah dengan kaki diseret-seret menuju pintu, dan membukanya.

Anyeong!” sapa si tamu.

Eish.. kau rupanya.” balas Byul malas. “Kenapa harus menekan bel? Kau bisa langsung masuk!”

Minjung mencibir. “Aku bukan kau yang sering membuat nenek Chan jantungan karena kedatanganmu yang tiba-tiba dan bisa membuat siapa pun merinding.”

Byul memajukan bibirnya, dan menutup pintu dengan sedikit membanting.

“Ada apa lagi denganmu? Apa persediaan makananmu dibatasi lagi?” tanya Minjung duduk di sofa.

“Tidak.” Byul menuju dapur, membuka kulkas. Ia mengambil jus jeruk dan gelas, membawanya ke ruang tengah. Ia menuangkan jus itu untuk Minjung, dan duduk di samping gadis itu. “Nenekku akan berkunjung malam ini. Ibu menyuruhku dan si Jelek untuk bersih-bersih. Oh, aku benar-benar capek, kau tahu?! Aku sudah mau tidur selama dua hari jika si Jelek itu tidak menyogokku dengan dua cup es krim coklat caramel!”

Minjung tertawa. Byul memanggil Eunhyuk dengan sebutan ‘si Jelek’, padahal ia selalu memamerkan Eunhyuk di semua orang dengan sebutan ‘Sepupu Tercinta’.

“Oh ayolah, rumah ini tidak sebesar rumah Kim Tan di The Heirs! Kenapa dia butuh bantuanku untuk bersih-bersih padahal dia bisa melakukannya sendiri?!” gerutu Byul.

Minjung hanya tersenyum. Dia berkunjung di saat yang tidak tepat. Sungguh! Sahabatnya yang satu ini sedang dalam kondisi mood yang parah. Dan gadis itu benar-benar punya cara untuk membuat orang di sekitarnya jadi gila hanya karena mood-nya itu.

Dan lagi. Sejak kapan Shin Ha Byul menyimak drama-drama yang biasa ditontonnya bersama Hyosung dan Chan?

Sahabatnya yang satu ini memang berbeda dari yang lain!

Byul menoleh. “Ya, kenapa kau jadi pendiam hari ini?”

“Aku hanya sedang berusaha menjadi pendengar yang baik untukmu.”

Byul merengut, terlalu tahu maksud dan tujuan gadis itu kemari. “Si Jelek itu sedang pergi ke supermarket untuk membeli es krim ku dan pembersih lantai. Kau mau menunggunya?”

Minjung mengangguk.

“Ah, bagaimana kalau aku tidur sementara kau membantunya bersih-bersih?”

Minjung mendengus. “Aku datang untuk mengunjungi sepupumu, bukan untuk bersih-bersih.”

Byul mengembungkan pipi kesal. Ia bersandar di sofa, tentu masih dengan tingkat kemalasan yang sama.

Dan pada saat itu juga, bel rumahnya kembali berbunyi.

Byul memutar bola matanya kesal. Ia berdiri, menuju pintu dengan wajah kusut. Minjung hanya tertawa melihat tingkah sahabatnya.

Byul membuka pintu. Wajah kusutnya berubah menjadi bingung. Di depannya, berdiri seorang wanita cantik dengan pakaian yang cukup berani. Mati-matian Byul menahan diri agar tidak muntah.

Awalnya Minjung tidak mempedulikan si tamu. Sampai ketika ia mendengar Byul berbicara tidak dalam bahasa Korea, ia menoleh sepenuhnya ke pintu.

“Maaf..” Byul berkata ragu bercampur jijik. “Apa aku mengenalmu?”

Sedikit kasar untuk menyapa orang yang baru dikenal, komentar Minjung dalam diam.

“Tentu tidak.” orang itu menjawab dengan begitu ramah. “Ini pertama kalinya aku kemari.”

Byul mengangguk-angguk. “Jadi apa yang kau lakukan di sini?”

“Aku mencari seseorang, dan katanya dia tinggal di sini.”

Kerutan di kening Byul dan Minjung semakin jelas.

Orang itu mengulurkan tangan, hendak berjabat tangan. “Miyoko Ai. Kekasih Eunhyuk.”

n

To Be Continued

n

Aloha !! 😄

Maafkan diriku yang baru muncul hmm 😶 it’s all because kuliah, tugas, dan UAS 🤔

Sambut first story ku di 2017 yak, HEHEH 😜

So, gimana? apa ada yang membaca cerita rongsokan dan gajelas ini? Liat aja kedepannnya 🙃

Poster by: Art Fantasy

11 thoughts on “Love, Trust & Hate 1

    1. Yah aku baru nemu komentarnya dan baru bisa ngomentarin, tapi karena udah nyampe part 3 aku udah gabisa bilang “let’s see the next part” HAHA

      Liked by 1 person

    1. Wah maapkeun aku yang baru nemu komenan ini yak :((((( udah tau kan siapa miyoko? Hehehe kalo kamu udah baca sampe part 3 pasti tau :))) maapkeun :(((

      Like

  1. haloooo dhifaa hehehehe aku numpang ngerusuh disini yaa hehehe :3
    akutuh suka sama cerita kamu yang kek gini; pemilihan kata yang rapi (banget), dan karakter tokoh utamanya kuat alias gak manjah(?) kek FF biasanya dan itu bikin aku ngerasa lagi baca novel terjemahan /fyi i prefer novel terjemahan than novel lokal, a lot
    btw disini aku suka eunhyuknya wkwk tau deh kenapa, pasangan ini keknya emang lovable ajah 😉
    tapitapitapiii aku kaget sama adegan tembak-tembakan yang muncul tbtb x( keknya bakal rumit 😦 belum lagi itu ada cewe jepun muncul out of the blue :(( yaduh gapenting kan komenanku huhu udah itu aja :'((

    Liked by 1 person

    1. UDUDUDUDU APA INI EONNI WQWQWQ 😂😂😂😂 sama dong ku juga prefer BANGET, jauh malah, novel luar negeri ketimbang dalam negeri kecuali ilana tan sih bcs she’s domestik rasa mancanegara HEHEHE watdakain of manjah eon #apalahiniabaikan HAHA kalo gitu mohon bersabar ini ujian, eh salah deng 😂 mohon bersabar yang tembak2annya masih lamaaaaaaa banget dan bakalan boringggggg banget 💕 however makasih banyak ya eon udah ngerusuh di sini dan menilai apalah-yang-aku-post-sebenarnya WQWQ ku sayang sekali eonni 😊😊😊💕💕😂😂

      Liked by 1 person

      1. iiiiiiiih kamu juga suka ilana tan??? ya ampon duh rasanya aku kek nemu kembaran aku yang lama ilang ekekwkwk yaduh emang bagus2 novelnya dia tuh. Dulunya aku ngira novelnya itu terjemahan semua wkwkwk duh kan jadi prn baca novelnya ilana lagi wkwk /hugsssss dhifa
        wkwkwk blog kamu tuh bagus tau ga, worth it beut buat dibaca pecinta FF rasa novel terjemah 😉 😉 wkwkw

        Liked by 1 person

      2. Uh wew kok aku jadi malu yak HEHE padahal pembawaan bahasa eonni kalo kataku, apalagi to describe something or someone itu bagussssssss banget, apalah dayaku yang describe nya kelewat biasa HAHA however makasih ya eonn 😂😂😂😂💕💕💕

        Liked by 1 person

Leave a reply to Dhif Cancel reply